REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) dilaporkan menawarkan kesepakatan quid pro quo yang dapat mengubah klasifikasi atas email milik calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah dokumen milik Biro Penyelidik Federal, FBI.
Dilansir BBC, Senin (17/10), Wakil Menteri Luar Negeri Patrick Kennedy disebut meminta biro untuk tidak lagi memberi kategori apapun atas email Clinton. Dengan demikian, pesan di dalamnya tidak akan terlihat lagi dan dapat diarsipkan.
Permintaan itu berkaitan atas email yang berisi tentang serangan di komplek diplomatik AS di Benghazi, Libya. Email itu mempertanyakan polisi Libya yang menangkap tersangka kejadian yang terhadi pada November 2012 lalu, di mana membuat duta besar Christopher Stepehnes tewas dan tiga warga Amerika lainnya.
Laporan menarik yang ditemukan dalam dokumen FBI ini juga meliputi tentang dugaan Clinton yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS mengamabaikan protokol kemanan dan diplomatik. Termasuk penolakannya untuk mengadiri pertemuan fungsi diplomatik luar negeri dengan duta besar lokal.
Istri dari Bill Clinton itu juga disebut mengabaikan nasihat keamanan dengan datang ke Jakarta, Indonesia. Hal itu tetap dilakukan olehnya untuk menjadi bagian keseuksesan kampanye pencalonan presidennya.
Direktur FBI James Comey juga menyimpulkan bahwa Clinton terlihat sangat ceroboh dalam mengelola informasi diplomatik rahasia dan yang berkaitan dengan keamanan negara. Meski demikia, skandal email ini tidak berhubungan dengan dokumen yang dirilis Wikileaks baru-baru ini.