REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi politik mendekati penyelenggaraan pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta 2017 diprediksi kian memanas. Diperkirakan akan banyak berbagai isu negatif yang mewarnai ajang lima tahunan tersebut, salah satunya isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Isu SARA yang mengemuka pascapertemuan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama dengan warga Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu membuat tensi politik pilkada DKI Jakarta cukup tinggi," kata anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, semalam (17/10). Meski larangan menggunakan kampanye berbau SARA terus disuarakan, Sahroni menduga sentimen SARA masih menjadi 'jualan' politik yang menjanjikan di mata para kandidat calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dan tim suksesnya.
Tak hanya SARA, isu terkait campur tangan Presiden Joko Widodo dalam pilgub DKI yang diembuskan politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan adanya perintah pemeriksaan terhadap Amien oleh Kapolri melengkapi rentetan debat publik yang ada. Opini yang berupaya melakukan politik adu domba diantara sesama anak bangsa tersebut patut diwaspadai. Padahal, Kapolri sendiri dengan tegas membantah dan melakukan klarifikasi akan hal ini. “Jelas isu ini tidak sehat bagi iklim demokrasi yang sedang kita bangun,” ujar Sahroni.
Politikus dari Partai Nasdem tersebut meyakini 'berjualan' isu SARA tidak akan laku di Jakarta. Sebab, masyarakat Jakarta menjunjung tinggi semangat pluralisme (kemajemukan). “Saya percaya, masyarakat Jakarta sangat cerdas dalam menentukan pemimpinnya,” kata dia.