Selasa 18 Oct 2016 12:44 WIB

Dryport Cikarang Jadi Proyek Percontohan Tekan Waktu Bongkar Muat

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Jakarta, Senin (17\10).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Jakarta, Senin (17\10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan proyek dryport Cikarang akan menjadi pilot project dalam skema integrasi bongkar muat barang. Luhut menjelaskan, jika pelaksanaan dryport di Cikarang berjalan dengan baik dalam enam bulan sejak ketetapan pelaksanaan pada 1 Desember mendatang, maka pelaksanaan dryport di tiga wilayah lain, yaitu selatan, barat dan timur Jakarta akan dilakukan dalam tiga tahun ke depan.

Luhut menjelaskan, skema dryport nantinya akan mengambil peran dalam tahap clearance. Tanjung Priok selaku pelabuhan utama akan mendapatkan porsi kerja untuk bongkar muat barang. Nantinya saat barang telah dibongkar, akan dibawa menggunakan kereta barang menuju Cikarang untuk diperiksa dan pengurusan administrasi.

Setelah sampai di Cikarang, tahap clearance mulai dari pemeriksaan, administrasi bea cukai, hingga karantina akan terpusat di Cikarang. Pertimbangan ini diambil selain untuk memangkas waktu bongkar muat atau dwelling time, juga untuk mendekatkan barang kepada para importir sehingga biaya distribusi menjadi lebih rendah.

"Selama ini konsep ini sudah ada, tapi memang tidak jalan. Kita mau mulai 1 Desember nanti akan jalan. Selain itu, secara progresif kita juga akan menyelesaikan pembangunan pelabuhan patimban untuk menjadi pelabuhan kedua untuk membantu Priok," ujar Luhut di Jakarta, Selasa (18/10).

Luhut menjelaskan, saat ini luas wilayah di Cikarang 200 hektare dengan kapasitas 2 juta tius. Sayangnya, penggunaan CDP masih sekitar 400 ribu tius. Ia mengatakan untuk optimalisasi CDP maka perlu dilakukan mekanisme ini.

Luhut mengatakan masih akan menghitung berapa biaya yang akan dikenakan kepada importir untuk mekanisme ini. Mengingat pengelolaan CDP masih berada di bawah swasta. Sejauh ini, pemerintah masih meninjau ulang seperti apa mekanisme biaya di sana, dan angka tersebut bisa menarik bagi para importir dengan tidak mengurangi pendapatan negara.

"kalau cost ini harus benar, jadi, kan bisa dihitung, nanti jadinya akan kita review, akan ada angka yang nanti nanti kita lihat mana yang paling bagus," ujar Luhut.

Ke depan, menurut Luhut dengan adanya mekanisme dryport ini, dwelling time bisa ditekan dua hingga tiga hari. Saat ini Luhut mencatat, dwelling time masih berkisar tiga hingga lima hari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement