REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Perencanaan kota merupakan isu terpenting abad ke-21 mengingat adanya problem urbanisasi massal di seluruh dunia, kata pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (17/10).
Presiden Mahkamah Umum PBB Peter Thomson di Quito, Ekuador dalam konferensi Habitat III PBB mengatakan wilayah kota dianggap rentan, khususnya di tengah cepatnya laju perubahan iklim dan pertumbuhan populasi. Dua masalah itu jika tak lekas diatasi dapat menyebabkan masa depan yang tidak berkelanjutan.
"Urbanisasi massal tengah terjadi di seluruh dunia, bersamaan dengan itu banyak wilayah dunia juga terdampak perubahan iklim dan sikap warganya yang tak bersahabat. Urbanisasi merupakan tantangan besar abad ke-21," kata Thomson dalam konferensi mengenai pembangunan kota berkelanjutan dan pemukiman.
Satu miliar orang tinggal di wilayah pinggiran kota. Mereka kekurangan akses terhadap kebutuhan mendasar seperti air, sanitasi, dan energi.
"Sebanyak 75 persen ketimpangan lebih tinggi terjadi di kota pada saat ini dibanding 1996, dan 70 persen emisi gas rumah kaca dunia, sampah, juga berasal dari kota," ujarnya.
Pernyataan Thomson pada hari pertama konferensi sejalan dengan pesan yang disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Ia mengatakan, jumlah orang miskin dan rentan miskin yang tinggal di kota dan pemukiman kumuh kian meningkat.
Ia mengatakan, wilayah perkotaan dianggap cepat meluas, khususnya di negara berkembang. Namun perluasan itu terkadang dilakukan tanpa rencana matang.
Perencanaan kota yang baik dibutuhkan demi menghindari masalah seperti kurangnya akses terhadap kebutuhan mendasar, tempat tinggal tak memadai, terisolasi dari tempat kerja, rentan kejahatan, pengusiran paksa, dan tunawisma. "Misi dunia yang dapat berubah menjadi lebih baik dilakukan dengan mengubah kota-kota, maksudnya, pengaturan, perencanaan, perancangan kota lebih baik, ditambah investasi di perumahaan terjangkau, infrastruktur, serta akses kebutuhan mendasar," ujarnya.
Sebanyak lebih dari 45 ribu orang, termasuk akademisi, ahli perencanaan, pejabat pemerintah, dan pimpinan PBB berkumpul di kaki pegunungan Andes, Kota Quito untuk membahas masa depan kota-kota di seluruh dunia. Pertemuan itu diadakan tiap 20 tahun sekali. Tahun ini konferensi tentang tempat tinggal (habitat) digelar untuk pertama kalinya karena mempertimbangkan fakta lebih banyak warga tinggal di kota dibanding pedesaan.
Sebanyak 140 negara dari 193 anggota PBB terdaftar mengikuti konferensi tersebut. Pihak itu diharapkan meratifikasi kesepakatan baru tak mengikat yang memandu proses pembangunan kota.