Sukarno, Hoegeng, Yap Thiam Hien, dan DNA Pemimpin Kelas Manajer
oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa
Tak jera-jera saya perah kepala. Andai bisa menjerit, teriaknya pasti menyayat. Sebab sudah sekian puluh tahun ini kepala saya ajak mikir. Syahwat ingin top markotop, cuma isi kepala pas-pasan. Gak nyambung lah.
Pagi ini saya lagi berpikir, kenapa sih banyak yang bisa jadi legenda. Apa mereka sudah atur? Rasanya sih nggak ya. Yang ingin hebat, buanyaaak. Yang ingin jadi legenda? Itu soalnya. Untuk melegenda, yang terhebat pun haqul yakin tak terpikir. Lebih mustahil lagi sejak kecil sudah bercita-cita jadi legenda.
Saya memang terkagum-kagum pada legenda. Asumsi saya, mereka lebih dari hero. Apalagi “pahlawan kesiangan” yang sekarang bercecer dimana-mana. Hero begini kerjanya cari cukong, eh investor maksudnya, pampang foto diri di pilkada atau pileg, beres kan. Lantas cari yang biasa khianat mengkhianati. Janji tinggal janji. Bahkan ke pesantren pun ada yang “siaap antar”.
Pikir saya, DNA legenda pasti beda. Orang Jawa bilang, ini soal bibit bebet bobot. Namun banyak juga yang yakin, “pemimpin bisa dicetak”. Cuma tanpa talenta, tanpa bakat, jadi leader ya bisa-bisa saja.
Hasilnya, lihat Indonesia sekarang. Penuh problem. Indonesia dilahirkan pemimpin. Jangan-jangan Indonesia hari ini cuma dipimpin sekelas manajer doang. Manajer pandai cari uang. Tapi tak tahu kapal ini sekarang dimiliki siapa.
Entah mereka tahu atau tak mau tahu. Mereka cuma lihat investor uangnya saja. Tak peduli siapa dan apa kepentingan investor. Manajer Melayu begini cuma cari fee. Yang dalam buku Ersazt Capitalism, Yosihara Kunio bilang, mereka adalah para “pemburu rente”.
Kondisi ini cerminkan DNA. Bagi yang DNA-nya pemimpin, paham apa yang seharusnya diperbuat. Bagi yang tak punya DNA, dia akan lakukan apa yang sebaiknya. Baik menurut siapa? Menurut dia dan kroninya.
Semua jawaban saya salah saat guru saya tanya “apa yang mengagumkan tentang Indonesia”. Sambil terkekeh dia jawab pertanyaannya sendiri. “Yang mengagumkan adalah kekacauannya”.
Dia tegaskan lagi. Problem Indonesia sekarang adalah pemimpin tanpa sifat kepemimpinan. Leader without leadership. Saya terbengong-bengong.