REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kabupaten Semarang masih membutuhkan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Bahkan kebutuhan ini sangat mendesak, karena rasio jumlah PLKB dengan desa yang dilayani jauh dari perbandingan ideal.
"Saat ini, seorang PLKB rata-rata harus mengampu enam desa/kelurahan," kata Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Semarang, Romlah, di Ungaran, Rabu (19/10).
Ia menjelaskan, saat ini jumlah PLKB di Kabupaten Semarang hanya ada 51 orang. Mereka wajib mengampu program KB di 235 desa atau kelurahan yang ada di 19 kecamatan.
Dampak keterbatasan jumlah PLKB ini, angka pasangan usia subur (PUS) yang belum mengikuti KB di daerah ini terus melonjak. Sehingga kian mengancam keberhasilan program KB di Kabupaten Semarang.
Terkait hal ini, Romlah mrngaku telah mengusulkan pengangkatan 150 orang PLKB non PNS dan saat ini usulan tetsebut masih dalam proses kajian dan pembahasan. Keputusan itu merupakan alternatif untuk mendukung keberhasilan program KB di Kabupaten Semarang.
"Idealnya, satu orang PLKB mengampu satu hingga dua desa saja. Sehingga tugas dan fungsinya akan lebih efektif dilaksanakan," tandasnya.
Ia menambahkan, Berdasar data, jumlah PUS yang belum mengikuti program Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Semarang capai 44.666 pasangan. Sementara total PUS di Kabupaten Semarang saat ini sudah ada 188.356 pasangan. Yang sudah menjadi akseptor KB adalah 143.690 pasangan.
Berdasar data ini pula, metode KB yang paling banyak dipilih PUS adalah suntik. Jumlah PUS yang mengikuti KB metode suntik ada 80.612 pasangan atau 53,8 persen. Selain itu, PUS yang memilih metode implant 22.224 pasangan atau 15,39 persen dan pil sebanyak 11.540 pasangan atau 7,99 persen.
"Sedangkan prosentase akseptor KB menggunakan kontrasepsi mantap masih rendah. Medis Operasi Wanita (MOW) sebesar 5,46 persen dan Medis Operasi Pria (MOP) sebesar 1,68 persen," jelasnya.
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) KB dan Keluarga Sejahtera Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Jumiko mengamini keterbatasan jumlah PLKB tersebut.
Guna mengantisipasi hal ini pihaknya telah melatih pembantu petugas KB desa (PPKBD). Menurutnya, pelatihan itu lebih efektif karena PPKBD bukan PNS, serta siap menjalankan tugas pelayanan KB dari rumah ke rumah.
Para PPKBD itu juga dipilih mereka yang sudah mengenal lingkungan di sekitarnya. Sehingga memiliki jalinan komunikasi yang efektif dan tinggal meningkatkan kemampuan teknis mereka tentang penyuluhan KB.
Sejak tahun 2015, lanjut Jumiko, pihaknya telah melatih ketrampilan ratusan PPKBD. Pada tahun 2015 sebanyak 250 PPKBD dari lima kabupaten telah mengikuti pelatihan tersebut.
Sedangkan pada tahun 2016 ini dilatih 720 orang PPKBD dari 12 Kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Pada tahun 2017 mendatang, jumlah PPKBD yang akan diikutkan pelatihan akan terus ditambah.
BP3AKB memberikan insentif senilai Rp 50 ribu apabila PPKBD dapat mengajak satu PUS menjadi peserta KB. Besaran dana insentif itu akan diberikan berlipat jika mampu mengajak lebih banyak PUS menjadi akseptor KB baru.