Kamis 20 Oct 2016 01:55 WIB

Inilah Strategi Politik Serangan ke Mosul yang Perlu Dipertimbangkan Irak

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Anak-anak melihat iring-iringan kendaraan militer melewati desa Imam Gharbi, sekitar 70KM dari Mosul, Irak, 13 Oktober 2016.
Foto: abc
Anak-anak melihat iring-iringan kendaraan militer melewati desa Imam Gharbi, sekitar 70KM dari Mosul, Irak, 13 Oktober 2016.

REPUBLIKA.CO.ID,MOSUL -- Dalam melakukan serangan ke kota Mosul, penting bagi Irak untuk memiliki strategi politik guna merebut kembali kota tersebut dari ISIS. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Biro Washington untuk Koran Al Hayat, Joyce Karam.

Pertempuran di Mosul antara Irak dan ISIS ini hanya dapat dimenangkan jika digabungkan dengan strategi politik yang melindungi penduduk setempat, serta menguntungkan Irak. Kegagalan Irak merebut Mosul akan merugikan dua pihak, yaitu kota Mosul dan negara Irak itu sendiri.

Untuk mengalahkan ISIS, harus ada pemahaman mengenai apa yang salah pada pertempuran 2014 hingga ISIS bisa menguasai Mosul. Pengambilalihan Mosul oleh ISIS dinilai sebagai hasil dari kegagalan strategi politik.

Pada saat itu, Pemerintah Nouri Maliki di Baghdad tidak menghiraukan strategi Sahwa dan justru mengupayakan rekonsiliasi dengan kelompok Sunni di Mosul. Hal itu membuka pintu bagi ISIS untuk mengeksploitasi kota.

Strategi yang menjamin keamanan dan melindungi penduduk setempat, adalah satu-satunya cara untuk memenangkan Mosul. Menemukan jalan politik untuk mengatasi masalah warga lokal, sambil memastikan tidak ada bentrok kepentingan antara Kurdi Peshmerga dan milisi Syiah, akan menentukan keberhasilan jangka panjang dari pertempuran di Mosul.

"Pertempuran nyata Mosul ditentukan oleh arah politik, setelah operasi militer. Kegagalan melakukan strategi politik yang aman akan merusak nasib Mosul dan masa depan Irak," ujar Karam, dikutip dari Al Arabiya.

Pertempuran di Mosul akan menjadi konfrontasi berdarah antara 6.000 pejuang ISIS dengan tentara Irak yang dibantu Kurdi Peshmerga dan milisi Syiah. Sementara penyebaran tentara Turki ada di belakang pegunungan Bashiqa, meski Baghdad telah menyatakan keberatan.

Kekurangan pertempuran ini adalah rendahnya tingkat kesiapan dari semua pihak, termasuk ISIS. Padahal pembicaraan tentang pembebasan Mosul telah dilakukan pada musim semi lalu oleh Presiden AS Barac Obama. "Harapan saya, akhir tahun ini kami bisa membuat Mosul akhirnya jatuh," ujar Obama.

Keterlibatan pasukan Kurdi, Peshmega, menunjukkan sebuah kemajuan dalam merebut kembali Mosul. Selain itu, AS juga menambah jumlah pasukannya di Irak hingga berjumlah 5.262 orang.

Bagi Washington, membebaskan Mosul akan membantu Obama menyelamatkan namanya di Irak dan melawan ISIS. Pembebasan Mosul juga akan mendorong isu keamanan nasional yang didukung oleh Partai Demokrat, mengingat AS akan menyelenggarakan pemilu pada 8 November mendatang.

Namun, pertempuran yang membutuhkan banyak strategi politik dan militer, diperkirakan akan berlangsung lebih dari satu bulan. Jatuhnya Mosul ke tangan Irak, akan memukul ISIS. Selama dua tahun, ISIS banyak mengekploitasi Mosul, termasuk eksploitasi terhadap 1,5 juta warganya. Kota tersebut telah menjadi ikon ISIS sebagai daerah perekrutan anggota dan pusat pemerintahan.

Mosul juga membantu ISIS mendapatkan uang dari minyak, pajak, dan uang tebusan. Hal itu yang membedakan ISIS dengan Alqaidah yang tidak pernah menguasai wilayah dan mengumumkan khilafah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement