REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Angka kematian ibu melahirkan di DI Yogyakarya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun lalu. Hingga Agustus 2016 sudah ada 49 kasus sedangkan tahun lalu dari Januari-Desember 2015 juga ada 49 kasus.
"Mudah-mudahan tahun ini peningkatannya tidak terlalu banyak. Yang menjadi faktor penyebab angka kematian ibu lebih banyak faktor penyakit penyerta dan budaya," kata Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setyaningastutie saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (20/10).
Menurut dia, kalau dulu, kematian ibu lebih banyak disebabkan oleh tidak adanya biaya untuk melahirkan di rumah sakit dan akses menuju rumah sakit. Sekarang untuk biaya melahirkan sudah dicover oleh BPJS dan akses ke rumah sakit untuk di DIY juga cukup mudah.
Pembayun menyarankan, agar kematian ibu melahirkan bisa ditekan lagi perlu ditekankan kepada masyarakat jangan sampai terjadi tiga T yakni terlambat mengambil keputusan, terlambat ke sarana rumah sakit dan terlambat mencari pertolongan. Seperti halnya kasus kematian ibu yang terjadi di Sleman, seorang ibu terlambat dibawa ke sarana rumah sakit. Padahal sudah sejak awal bidan dan dokter yang memeriksanya menyampaikan agar dia melahirkan di RSUD Sleman.
Di samping itu, kata Pembayun menambahkan, adanya penyakit penyerta pada ibu yang melahirkan juga perlu diwaspadai dan dideteksi sejak dini. Misalnya ada ibu tersebut memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi dan lain-lain. Di sini pentingnya pemeriksaan lebih ketat pada ibu hamil dan terintegrasi.
Karena itu, kata mantan Direktur RS Grhasia ini, perlu ditingkatkan lagi kualitas pelayanan dan pemeriksaan serta pendampingan bagi ibu hamil terutama apabila ibu tersebut ada penyakit penyerta.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia DIY Nunik Undang Sunarsih juga mengatakan dulu, biaya dan akses menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan. Sekarang penyebabnya lebih karena budaya dan penyakit yang menyertai seperti jantung.
"Faktor budaya misalnya, ibu hamil diberi rujukan oleh bidan supaya segera dibawa ke rumah sakit, tetapi masih rembukan, sehingga terlambat dalam penanganan di rumah sakit. Selain itu, kehamilan yang tidak dikehendaki dan perkawinan muda juga menjadi salah satu faktor penyebab kematian ibu melahirkan," jelas Nunik dalam acara Pembukaan Konferensi Internasional, Ibu, Anak dan Keluarga yang diselenggarakan pertama kali oleh Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
Sebelumnya Dosen dari Leeds University Kuldip Bharj OBE saat menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional di UNISA mengungkapkan kematian ibu di dunia dari 1990 ke 2015 menurun sekitar 44 persen. Yakni dari 532 ribu orang menjadi 303 ribui orang. Hal ini karena pengaruh pendidikan ibu. "Kompetensi isteri atau ibu melahirkan lebih baik dan tempat melahirkannya semula di rumah atau dibantu oleh masyarakat (dukun bayi, Red). Sekarang lebih banyak melahirkan di rumah sakit," ujar dia.