Jumat 21 Oct 2016 15:46 WIB

Fatimah, Balita dengan Penyakit Mikrosefalia

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Andi Nur Aminah
Fatimah, balita usia 18 bulan asal Kelurahan Cisereuh, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta, menderita mikrosefalus sejak usia 10 bulan, Jumat (21/10)
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Fatimah, balita usia 18 bulan asal Kelurahan Cisereuh, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta, menderita mikrosefalus sejak usia 10 bulan, Jumat (21/10)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Fatimah, balita yang usianya baru 18 bulan ini harus merasakan sakit yang luar biasa. Pasalnya, anak pasangan Yadi Nugraha (27 tahun) dan Deesya Nuraida (24 tahun) ini, menderita penyakit mikrosefalia. Balita cantik ini, mengalami pengecilan tempurung kepala. Akibatnya, balita ini tidak tumbuh normal seperti anak seusianya.

Deesya Nuraida, ibunda Fatimah, mengatakan, anak pertamanya ini saat dilahirkan dalam kondisi sehat. Bahkan, berat badannya mencapai 3,1 kilogram. Sejak lahir sampai usia 10 bulan, Fatimah tumbuh seperti anak pada umumnya. Akan tetapi, sejak usia 10 bulan itu ada perbedaan secara fisik. "Kepalanya mengalami pengecilan," ujar Deesya, kepada Republika.co.id, Jumat (21/10).

 

Saat itu, bayinya tersebut lalu di bawa ke dokter. Dokter mendiagnosa, Fatimah menderita mikrosefalia. Tempurung kepalanya terus menciut. Kondisi ini, mengakibatkan otaknya menjadi cacat. Sehingga, menganggu fungsi pendengaran dan penglihatan.

Kemudian, Fatimah dibawa ke RSUD Bayu Asih untuk berobat. Namun karena keterbatasan alat, Fatimah harus dirujuk ke RSHS. Keingingan kedua orang tua untuk mengobati Fatimah ini ternyata terganjal biaya.

Meskipun balita ini terlindungi oleh BPJS, tetap saja tak bisa berobat secara kontinyu. Karena, premi BPJS tak bisa dibayar oleh bapak kandung Fatimah. Ini karena orang tuanya tak memiliki pekerjaan. "Saat itu, suami saya bekerja di perusahaan jasa pembayaran kredit. Tapi, sejak enam bulan terakhir menganggur. Makanya, premi BPJS tak bisa dibayar," ujarnya.  

Dengan kondisi ini, Deesya mengatakan Fatimah tak bisa dibawa berobat. Sebab, jika menjadi pasien umum, biaya pengobatan untuk penyakit mikrosefalus sangat mahal. Apalagi, pengobatannya harus dilakukan secara terus menerus. "Beruntung, kami dipanggil Bupati Dedi Mulyadi. Premi BPJS-nya mau dibayar oleh Pak bupati," ujarnya.

Sementara itu, Bupati Dedi Mulyadi, mengatakan, Pemkab Purwakarta menjamin warganya yang memiliki penyakit aneh supaya bisa berobat secara terus menerus. Seperti, pasien hidrosefalia, mikrosefalia, leukimia, thalasemia, dan lainnya. "Jika ada warga dengan penyakit khusus tapi tak bisa bayar premi BPJS, kami siap menanggungnya," ujar Dedi.

Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk tak berobat atau ditolak rumah sakit. Apalagi, di Purwakarta jika warga tak masuk dalam daftar BPJS, mereka masih bisa berobat dengan menggunakan layanan jaminan Purwakarta istimewa (Jampis).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement