REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik menilai Presiden Jokowi sebaiknya menjelaskan pasal pidana apa yang disangkakan hingga ia memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Hal ini dinilai sama saja meminta Jaksa Agung "memeriksa SBY" dalam urusan dokumen tersebut.
"Bila Jokowi sungguh-sungguh bermaksud mencari informasi mengenai isi laporan TPF Munir yang dokumennya diklaim istana "hilang", ia sebenarnya bisa mengontak dan bertanya sendiri kepada Presiden RI ke-6 (SBY) dengan berbagi niat baik dan kepedulian terhadap penuntasan kasus Munir," katanya lewat siaran pers yan diterima Republika.co.id, Sabtu (22/10).
Inisiator Pembentukan TPF Munir ini mengatakan, menugaskan Jaksa Agung akan mengirim pesan keliru yang merugikan nama baik orang lain, mengingat Jaksa Agung adalah otoritas hukum pidana. Perlu diingat, kata Rachland, justru SBY adalah Presiden yang membentuk TPF Munir dan berperan besar dalam mendukung aparat hukum mengejar, mengungkap dan membawa para tersangka ke pengadilan.
"Nama-nama yang direkomendasikan TPF untuk diperiksa, sudah sebagian besar diadili dan dipidana," katanya.
Menurut dia, prasangka berencana yang dipamerkan Jokowi kepada SBY berbalik menimbulkan pertanyaan besar atas komitmennya sendiri pada penuntasan kasus. Presiden Jokowi, kata dia, sengaja mengangkat isu dokumen hilang untuk mengalihkan perhatian publik dari kerasnya desakan yang ia hadapi agar inisiatif SBY menegakkan keadilan bagi Munir diteruskan.
"Bila itu benar, sungguh tercela perbuatan Presiden karena ia mempermainkan hukum dan rasa keadilan," katanya.
Sebelumnya, Jokowi meminta agar proses hukum kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib dilanjutkan, jika ditemukan novum (bukti) baru. "Kalau memang ada novum baru ya diproses hukum," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (13/10), malam.
Presiden Jokowi sebelumnya juga telah memerintahkan Jaksa Agung agar mencari dokumen dan melihat hasil kerja Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir. Dokumen tersebut ditegaskan tidak ada di Kementerian Sekretaris Negara meskipun Tim Pencari Fakta (TPF) menyatakan sudah menyerahkan dokumen tersebut kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu menjabat sebagai Presiden tepatnya pada 2005.
Kasus tersebut kembali mengemuka ketika Komisi Informasi Publik memenangkan gugatan Kontras dan meminta pemerintah segera mengumumkan isi dokumen tersebut. "Kan sudah saya sampaikan, sudah saya perintahkan pada Jaksa Agung untuk mencari dan melihat di mana hasil dari Tim Pencari Fakta itu karena di Setneg juga tidak ada," katanya.
Aktivis HAM sekaligus pendiri lembaga KontraS dan Imparsial, Munir Said Thalib, meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 ketika sedang dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004.