REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay mengatakan Amerika Serikat tetap teman terdekat Filipina tapi Filipina ingin meninggalkan pola pikir ketergantungan dan sikap tunduk serta membina hubungan lebih dekat dengan negara lain.
Tanggapan Yasay, Sabtu (22/10) itu muncul dua hari sesudah Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan berpisah dari Washington, meskipun ia melanjutkan dengan nada lebih menenangkan pada Jumat. Yasay di Facebook menyatakan Duterte secara salah menyatakan memutuskan hubungan dengan Washington bukan kepentingan negaranya.
Namun, ia menulis pemisahan menyiratkan melepaskan diri dari pola pikir lemah akan ketergantungan dan sikap tunduk, secara ekonomi dan militer, yang diabadikan Amerika Serikat dengan gambaran "adik coklat kami", yang menghambat pertumbuhan dan kemajuan.
Ia menyatakan Duterte kepada Presiden Xi Jinping dan pemimpin lain Cina dalam kunjungannya ke Beijing mengatakan "jika mereka tidak bersedia memberikan dukungan, Filipina akan menentukan nasib sendiri, meskipun ada hambatan besar". Tayangan Yasay itu adalah tanda terkini pemerintahan, yang sekali lagi meredakan sesudah pernyataan mencengangkan Duterte.
Pernyataan Duterte itu jika dilaksanakan dapat mengganggu keseimbangan geopolitik di kawasan tempat Cina dan Amerika Serikat berlomba merebut pengaruh. Pada Jumat, menteri perdagangan filipina Duterte segera memperjelas Filipina tidak memutus hubungan ekonomi dan dagang dengan Amerika Serikat.
Sebelum Duterte menjabat pada akhir Juni, Cina adalah pesaing kuat Filipina dan menjadi adalah salah satu sekutu Asia paling diandalkan AS.