REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kapolresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat, AKBP Suyudi Ario Seto, menggunakan sepeda untuk memantau situasi arus lalu lintas di daerah itu yang menurutnya memiliki permasalahan kompleks.
"Dua hari saya keliling naik sepeda, lebih gampang parkir dan tidak pusing ke mana-mana," kata Suyudi di Bogor, Senin (24/10).
Dia menjelaskan permasalahan lalu lintas di Kota Bogor kompleks, termasuk menyangkut jumlah kendaraan yang sudah tidak proposional dengan ketersediaan saran jalan. Ia mengatakan sarana jalan yang ada di Kota Bogor perlu banyak dibenahi karena terjadi banyak penyempitan jalan (bottle neck) di sejumlah titik, parkir sembarangan, dan rambu yang kurang dipatuhi.
"Keberadaan rambu-rambu ini kontraproduktif, adapun rambu terpasang, tetap dilanggar, tidak ada apalagi," katanya.
Masalah lainnya, kata Suyudi, jumlah angkot yang beroperasi di Kota Bogor dinilai berlebihan. Tercatat 3.442 unit, ditambah jumlah angkot dari Kabupaten Bogor yang beroperasi di wilayah kota 4.644 unit.
"Selain angkot yang sudah berlebih, terjadi kucing-kucingan antara petugas dan angkot yang sering ngetem sembarangan. Rambu yang ada tapi tiada, serta keberadaan PKL pasar tumpah yang juga menambah beban jalan," katanya.
Menurut dia, persoalan lalu lintas di Kota Bogor menjadi kompleks dan perlu dibenahi secara menyeluruh, di mulai dari pembenahan di dalam dengan mengoreksi, menginstrospeksi, dan melakukan tindakan tegas di dalam struktur.
"Karena tidak mungkin angkot ada begitu banyaknya, kalau izinnya tidak ada yang mengatur. Ini perlu dilakukan pemetaan, dikumpulkan data dan juga fakta di lapangan," katanya.
Suyudi mengatakan dari hasil pemetaan di lapangan dan pembenahan di dalam struktur, apabila terdapat tindak pidana maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh aparat kepolisian, terutama bagi angkot yang tidak memiliki izin resmi dan sopir yang tidak menggunakan SIM.
Langkah lainnya, kata mantan Kapolres Bogor tersebut, bekerja sama dalam membenahi masalah karena di setiap objek ada permasalahan yang mungkin sengaja atau tidak, diciptakan yang akhirnya menimbulkan keruwetan.
"Misalnya angkot kenapa bisa banyak, pasar kenapa banyak, prinsip segitiga ada simbiosis saling bergantung, biasanya ada oknum yang bermain, ada preman. Kalau oknum ini diputus, preman bisa kita tindak. Karena preman berani adanya oknum," katanya.