Senin 24 Oct 2016 13:00 WIB

Petugas KUA Rawan Terima Gratifikasi

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Agus Yulianto
Gratifikasi (ilustrasi)
Foto: KPK.GO.ID
Gratifikasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pungli dan gratifikasi rawan terjadi di beberapa instansi pemerintah, tak terkecuali di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Bahkan, Kepala Kantor Kemenag Sleman, Zainal Abidin menyampaikan, bahwa lembaga yang paling rawan terhadap gratifikasi di lingkungannya adalah kantor urusan agama (KUA).

 

Dia mengemukakan, gratifikasi di kalangan pejabat KUA biasa terjadi dalam urusan pernikahan. Meski demikian, hal tersebut juga dapat terjadi karena faktor kebiasaan yang juga dipicu oleh tindakan masyarakat.

"Gratifikasi itu kan segala bentuk pemberian dari masyarakat. Misalnya, kita dikasih tanpa kita minta, itu sudah masuk gratifikasi," ujar Zainal saat ditemui di kantor dinasnya, Senin (24/10). Karena itu, diperlukan edukasi lebih luas terhadap masyarakat untuk tidak memberi apapun pada petugas KUA saat melangsungkan pernikahan.

Dikatakan Zainal, kebiasaan gratifikasi terbentuk akibat aturan masa lalu yang saat ini sudah dihilangkan. Di mana sebelumnya pengurusan pernikahan oleh pejabat KUA dikenai biaya.

 Sementara, saat ini, aturan tersebut sudah ditiadakan. Sehingga, masyarakat masih terbiasa memberi bingkisan atau uang tambahan bagi penghulu.

Adapun pengenaan biaya pernikahan saat ini tergantung pada pelaksanaan akad. Jika akad nikah dilaksanakan di KUA ,maka pasangan mempelai dibebaskan dari segala biaya atau gratis. Sementara jika akad nikah dilangsungkan di luar KUA yang mewajibkan penghulu atau petugas datang ke tempat tertentu dikenai biaya sebesar Rp 600 ribu.

Zainal menyampaikan, jika masyarakat ingin menekan biaya pernikahan, lebih baik akad diselenggarakan di KUA. Selain telah tersebar di setiap keamatan, KUA juga telah memiliki fasilitas khusus untuk penyelenggaraan akad, berupa ruangan luas yang dapat dihadiri oleh kedua belah pihak mempelai.

Namun, jika pernikahan tetap ingin dilaksanakan di luar KUA, pihak mempelai harus membayar biaya pengurusan nikah sesuai ketentuan. "Saya minta agar masyarakat membayar sebesar biaya yang sudah ditentukan saja. Jangan ditambah lagi. Bukan maksudnya melarang orang untuk melakukan kebaikan. Tapi ketentuan tersebut harus dijalankan, kalau tidak malah jadi gratifikasi," tutur Zainal.

Masyarakat tidak lagi diperbolehkan memberi uang tambahan, lantaran para petugas sudah memperoleh tunjangan kerja dari negara. Di antaranya meliputi ongkos transportasi dan akomodasi lainnya. Guna mencegah terjadinya pungli dan gratifikasi, Zainal rencananya akan melakukan sidak ke masing-masing lembaga di bawah Kantor Kemenag Sleman. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement