REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Azan menjadi ijtihad kaum Muslimin untuk memanggil umat beribadah shalat berjamaah. Menurut bahasa, azan berarti mengumumkan sesuatu. Kata azan pun termaktub dalam ayat Alquran. Di antaranya QS al-Anbiyaa: 109. "Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama."
Di ayat yang lain, Allah SWT juga menggunakan kata azan untuk menyampaikan firman-Nya. "Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya." (QS a-Taubah:3). Pemakluman mengambil makna dari kata azan dalam kalimat tersebut.
Menurut tafsir Ibnu Katsir, pemakluman dalam kalimat tersebut berarti pemberitahuan dan pendahuluan peringatan kepada semua orang. Menurut syariat, azan berarti pemberitahuan tentang waktu shalat dengan lafaz yang khusus ditetapkan syariat. Dalam Ensiklopedi Shalat Menurut Alquran dan Sunah, Dr Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani menjelaskan, hukum azan merupakan fardhu kifayah.
Penetapan hukum tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT. "Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (QS al-Maidah: 58). Demikian dengan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah." (QS al-Jumuah: 9).
Hukum fardhu kifayah untuk azan pun didasarkan kepada perintah Rasulullah SAW dalam sebuah hadis. "Jika telah tiba waktu shalat, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandakan azan untuk kalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam." (HR Bukhari).
Adanya kalimat salah satu dari kalian menjadi dasar hukum fardhu kifayah untuk pelaksanaan azan. Hukum fardhu kifayah menjadikan umat Islam selayaknya berlomba-lomba menjadi muazin untuk mengumandangkan azan. Sebagai penyeru shalat, muazin dipuji oleh Allah sebagai orang yang paling baik perkataannya.
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS Fushshilat: 33). Muazin juga disebutkan Rasulullah SAW sebagai kepercayaan umat manusia, sedangkan imam sebagai penanggung jawab shalat.
Rasulullah pun mendoakan secara khusus kepada muazin agar diberi ampunan karena perannya dalam shalat. Tak hanya itu, seorang muazin juga akan diberikan pahala berlipat ganda. Sampai-sampai, Rasulullah SAW bersabda jika seandainya manusia mengetahui seruan azan, kemudian mereka tidak akan mendapatkannya kecuali lewat undian, niscaya mereka akan berundi. Seorang muazin sampai membuat bangga Allah SWT.
Seorang penyeru shalat pun akan diberikan ampunan dari Tuhannya dan dijamin masuk surga. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW mengatakan bahwa Allah SWT telah menyaksikan orang-orang yang mengumandangkan azan dan iqamah karena rasa takut. Allah pun telah memberikan ampunan kepada hamba-Nya dan memasukkannya ke dalam surga.
Untuk menjadi muazin yang baik, selayaknya memerhatikan etika. Selain berstatus Muslim, muazin harus suci. Dia pun hendaknya mengumandangkan lafaz azan secara pelan dan lafaz iqamah dengan cepat. Muazin juga disarankan mengumandangkan azan dari tempat tinggi, berdiri dan menghadap kiblat. Seperti apa yang dipraktikkan oleh muazin Rasulullah SAW, Bilal bin Rabbah.
Muazin pun hendaknya meletakkan jari jemari di kedua telinga. Ini berdasarkan hadis Abu Juhaifah RA. Dia menceritakan, "Aku pernah melihat Bilal mengumandangkan azan lalu aku mengikuti (gerakan) mulutnya ke sini dan ke sini, sedangkan kedua jarinya berada di kedua telinganya. Bilal juga menjulurkan lehernya seraya menoleh ke kanan untuk mengajak umat manusia mengerjakan shalat dan menoleh ke kiri untuk mengajak umat manusia meraih keberuntungan."
Azan harus dikumandangkan dengan tertib dari takbir hingga diakhiri dengan kalimat tauhid. Azan dan iqamah tidak boleh diputarbalikkan, karena azan merupakan ibadah yang ditetapkan dengan urutan tertib sehingga harus ditetapkan sama seperti yang ditetapkan. Azan dikumandangkan setelah masuk waktu shalat.
Seorang muazin tidak boleh salah dalam penyebutan kalimat azan (lahn). Adanya kesalahan penyebutan dinilai dapat mengubah makna azan itu sendiri. Azan pun harus diserukan dengan suara keras. Jika seorang muazin merendahkan suaranya sehingga tidak dapat didengar kecuali dirinya sendiri, maka tujuan syar'i azan, yakni untuk menyampaikan pemberitahuan tentang waktu shalat, tidak tercapai.