REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasa resah kembali menghantui masyarakat Kampung Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara. Setelah beberapa waktu lalu dihebohkan dengan rencana penggusuran yang digulirkan Pemprov DKI Jakarta, mereka kini dibuat pusing lantaran kesulitan memperoleh akses air bersih dari PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
“Sudah sebulan ini, air dari Palyja tidak lagi mengalir ke wilayah RT 03, 04, 05, dan 07 di RW 03 Kampung Luar Batang. Situasi ini membuat warga resah,” ujar tokoh masyarakat setempat, Sulaimansyah kepada Republika.co.id, Selasa (25/10).
Dia menuturkan, kesulitan memperoleh air bersih dari Palyja sudah dialami warga Luar Batang sejak lama. Antara Mei–September lalu, air hanya mengalir ke rumah-rumah mereka pada saat tengah malam atau dini hari. Itu pun durasi mengalirnya tidaklah lama, hanya sekitar setengah jam. Setelah itu, aliran air ke hunian mereka kembali dimatikan.
“Keadaan seperti ini sudah berlangsung selama enam bulan. Kami telah melaporkan masalah ini ke Palyja Muara Karang, tapi tidak pernah ditanggapi,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, Sulaimansyah sempat menanyakan langsung ke Palyja mengenai kondisi yang terjadi di kampungnya. Ketika itu, perusahaan mengatakan instalasi air milik mereka yang berada di kawasan Gajah Mada sedang mengalami gangguan. Namun, faktanya, sampai hari ini warga Luar Batang masih saja kesulitan mendapatkan air bersih untuk sekadar keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK).
“Katanya lagi ada gangguan. Tapi herannya, aliran air untuk Apartemen Mitra Bahari yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Luar Batang tetap lancar,” kata Sulaimansyah.
Tidak hanya itu, pasokan air untuk Masjid Jami Keramat Luar Batang bahkan kini juga tersendat. Sejak tiga bulan lalu, masjid bersejarah itu terpaksa memenuhi kebutuhan jamaahnya dengan mengandalkan air dari Bogor yang disumbang oleh para donatur.
“Ada beberapa oknum Palyja yang menawarkan ke warga, jika ingin airnya dialirkan lagi ke rumah-rumah mereka, maka harus mengambil pipa utama atau pipa depan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk itu pun cukup mahal, yakni mencapai Rp 5 juta,” kata Sulaimansyah.
Salah satu warga RW 03 Luar Batang, Fuadi (68 tahun) juga mengungkapkan pengalaman yang sama. Menurut dia, saat ini air bersih seakan sudah menjadi barang langka bagi masyarakat di sana. “Air dari PAM (Palyja) hanya mengalir satu kali 24 jam ke rumah kami. Itu pun cuma sebentar. Setengah jam hidup, setelah itu mati lagi hingga sepanjang hari,” ujarnya.
Fuadi pun tidak habis pikir mengapa warga Luar Batang kini begitu dipersulit untuk memperoleh akses air bersih. Namun, ada satu hal yang selalu ia ingat sampai sekarang. Pasokan air dari Palyja ke kawasan itu mulai tersendat sejak Kampung Akuarium (yang lokasinya bertetanggaan dengan Luar Batang) digusur Pemprov DKI Jakarta pada April lalu.
“Apakah kami ini bakal menjadi sasaran penggusuran berikutnya?” ujarnya.