REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar menyayangkan penjelasan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis HAM Munir baru dilakukan. Hal tersebut setelah ramai di pemberitaan terkait informasi hilangnya dokumen hasil TPF Munir.
“Alangkah baiknya jika penjelasan serupa juga bisa dilakukan jauh-jauh hari untuk mengingatkan pemerintahan Joko Widodo yang melanjutkan tongkat estafet penyelidikan kematian Munir,” ujar Haris, dalam pernyataannya persnya, Selasa (25/10).
Jokowi, lanjut Haris, akan punya gambaran langkah yang harus dilakukan pada proses hukum yang belum selesai jika SBY menyampaikan jauh hari. Kendati demikian, Haris berterimakasih kepada SBY yang telah menjelaskan kronologi penanganan kasus Munir bersarta berbagai usaha dan capaiannya. Dengan begitu, menurut Haris, terdapat celah bagi pemerintah untuk mengungkap kasus tersebut hingga tuntas.
Pasalnya, kata Haris, dalam pernyataan pers yang disampaikan SBY, kebenaran kasus Munir masih bisa diungkap oleh negara. Bagi Kontras, kematian Munir masih menyisakan kejanggalan.
Seperti yang disebutkan dalam jumpa pers di kediaman SBY bahwa ada keterlibatan pejabat Badan Intelijen Negara dalam kasus ini. Namun, hanya berhenti pada vonis Pollycarpus Budihari Priyanto. “Peryataan ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah hari ini tidak boleh berpangku tangan untuk mendiamkan dan seolah-olah harus berbuat apa,” kata Haris.
Haris menegaskan, hingga kini keyakinan masih ada orang yang belum diungkap keterlibatannya dalam kasus ini. Karena itu, mengungkap dengan tuntas kasus ini merupakan pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi.