REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo mengatakan, MUI dalam mengusut masalah penistaan agama bukan masalah politik, karena apa yang dikatakan Ahok di Pulau Seribu itu, murni masalah hukum pidana. Kata dia, MUI tidak mempolitisasi kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama.
Hal itu disampaikan Anton dalam diskusi bertema penistaan agama di kantor HMI Jalan Sultan Agung Guntur Jakarta Selatan, Selasa (25/10). "Sama sekali MUI tidak mempolitisasi kasus apapun. Ini karena, MUI tidak akan masuk ke wilayah politik," katanya menyampaikan hasil diskusinya kepada Republika Rabu (26/10).
"Jadi, kalau MUI dituduh masuk ke wilayah politik itu yang mana?," kata Wakil Ketua Komisi Hukum MUI ini. Justru, kata dia, yang mencampuradukkan kasus Ahok dengan pilkada itulah yang telah mempolitisasi kasus tersebut.
Bahkan, pihaknya melihat Ahok-lah yang telah memasuki wilayah agama yang bukan urusannya, bahkan agama selain dengan yang dia anut. "Inilah mestinya yang harus diprioritaskan oleh aparat hukum, bukan malah menuduh MUI main politik," katanya.
Anton menuturkan, unsur-unsur pasal UU yang dilanggar cukup jelas dan terang benderang. Sehingga semua pihak tidak perlu membela kecuali pada hukum. "Ahok ini kalau kita baca dan cermati, memang suka melanggar hukum," katanya lagi.
Bahkan, kata Anton, di hari-hari terakhir untuk ditetapkan menjadi calon seperti diberitakan beberapa media, menjelang cutinya Ahok melakukan mutasi jabatan dengan cinanisasi di mana-mana. Dia mencontohkan Dirut PT MRT orang Cina yang baru seminggu lalu diangkat dan empat orang Direksi MRT yang berasal dari orang-orang Cina.
Berikutnya, Dirut dan hampir semua Direksi PT Jakarta Properti merupakan orang Cina. Terakhir, Dirut PT Food Station Pasar Beras Cipinang dan 3 direksinya juga Cina.
Anton mengatakan, jika apa yang diberitakan media itu benar, Ahok telah melanggar UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada terutama Pasal 71 ayat 3. Aturan ini menyebutkan, bahwa selama 6 bulan terakhir menjelang penetapan calon dalam pilkada jika pajawat ikut mencalonkan diri maka tidak boleh melakukan hal-hal apapun yang diperkirakan menguntungkan dirinya termasuk memberi jabatan-jabatan.
Sedangkan ayat 5 menyatakan jika hal itu dilanggar KPUD dapat membatalkan pencalonannya. "Tapi heran, KPUD tak pernah klarifikasi apapun dengan berbagai indikasi pelanggaran tersebut," katanya.
Anton yang mantan Jenderal Polri tersebut itu memastikan dalam semua hal, termasuk menangani kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok, bahwa MUI selalu fokus ke masalah agama. Bahkan, pada praktiknya, membimbing umat ke iman dan akidah yang benar sesuai petunjuk Alquran dan sunnah.
Menurut mantan sekretaris pribadi Presiden ke-2 itu, MUI dalam membuat pernyataan sikap tentang kasus penistaan agama, karena diminta oleh beberapa elemen ormas Islam yang datang ke MUI. Mereka, katanya, mengadu bahwa laporannya ke Polri tentang kasus Ahok ditolak apabila tidak ada pernyataan sikap MUI untuk kasus ini.
Kerena itulah, kata dia, MUI pada hari berikutnya rapat dengan mengundang pakar-pakar untuk analisis video Ahok di Pulau Seribu pada 27 September tersebut. "Rapat menyimpulkan benar telah terjadi penistaan Alquran oleh Ahok, maka MUI pun memenuhi permintaan tersebut," ujarnya.