REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penantian itu berakhir sudah. Teka-teki seputar sosok kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terjawab.
Presiden melantik mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai pucuk pimpinan PPATK di Istana Merdeka, Rabu (26/10) pagi. Pak Badar, begitu kami akrab menyapanya, menggantikan M Yusuf yang menjadi kepala PPATK dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Bagi publik, persona Badaruddin memang jarang menyeruak, terutama dari sisi pemberitaan. Warta seputar dia bisa dihitung dengan jari tangan.
Namun, bagi internal Kemenkeu tempatnya mengabdi, kolega dan sejumlah wartawan, sosok pria kelahiran Palembang tersebut dikenal akan integritasnya. "Beliau dulu pernah jadi sekjen (sekretaris jenderal) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Jadi soal integritas tidak diragukan," ujar mantan menteri keuangan Chatib Basri kepada Republika jelang pelantikan Badaruddin.
Saat menjabat sebagai menkeu, relasi Chatib dengan Badaruddin teramat dekat lantaran jabatannya sebagai sekjen Kemenkeu. Lazimnya sekjen di kementerian/lembaga, tugas utamanya adalah menjalankan roda internal Kemenkeu.
Semasa menjabat medio 2013-2014, Chatib pernah meminta Badaruddin untuk membuat tim yang menangani kiriman bingkisan Lebaran kepada pejabat Kemenkeu. "Jadi semua bingkisan lebaran yangg diterima pejabat Kemenkeu diserahkan ke tim yang dipimpin Pak Badar untuk kemudian dilaporkan ke KPK. Jadi dibuat mekanisme untuk mencegah gratifikasi," katanya.
Hal itu selaras dengan surat edaran dari KPK yang melarang pejabat menerima gratifikasi. Acuannya adalah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kolaborasi lainnya mewujud pada masa transisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Joko Widodo pada 2014. Badaruddin membantu Chatib membuat laporan menteri keuangan.
Apa konten dari laporan tersebut? "Isinya agar pengganti saya, siapa pun dia, bisa langsung tune in sebagai menteri keuangan," kata Chatib.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini menambahkan, pembuatan laporan dimulai dengan prioritas yang harus dilakukan seseorang segera ketika menjabat sebagai menteri keuangan baru. Detail-detailnya pun tersedia seperti masalah, opsi yang disiapkan menkeu lama, PIC-nya, hingga alternatif lain.
"Sehingga menkeu baru bisa menimbang dan paham isunya serta bisa memutuskan akan melanjutkan atau mengubah strateginya. Secara bercanda saya menyebutnya Minister of Finance for Dummies. Jadi siapapun jadi menkeu bisa langsung tune in. Jadi, proses transisi mudah," kata Chatib menjelaskan.
Proses tersebut membuat salah satu universitas papan atas dunia, Princeton University membuat studi kasus ihwal transisi tersebut dengan judul artikel "Charting A New Path: Indonesia's Presidential Transisition, 2014".
Sebab, Kemenkeu dianggap sangat membantu dalam proses transisi kepada pemerintahan yang baru. "Kita mencoba membangun institusi bukan individu. Jadi siapa pun menkeu dan presidennya, Kemenkeu siap profesional. Ini yang saya sebut membangun memori institusi," ujar Chatib.
Selepas Jokowi dilantik menjadi Presiden Oktober 2014, pos menteri keuangan beralih ke Bambang Brodjonegoro. Pada masa kepempinan Chatib, Bambang merupakan wakil menteri keuangan II.
Maka proses transisi pun berjalan mulus. Ditambah lagi, Badaruddin masih menjadi sekjen.
Tidak sampai setahun kemudian, dia dilantik sebagai inspektur jenderal Kemenkeu. Sebuah jabatan yang concern terhadap pengawasan internal institusi.
Sebagai irjen, Badaruddin menjaga agar birokrasi senantiasa governance. Itjen Kemenkeu pun bertugas memeriksa integritas pejabat yang hendak promosi. Sebuah sistem yang amat membantu dan diyakini Chatib masih dipertahankan menkeu saat ini, yaitu Sri Mulyani (SMI).
Tugas berat
Selepas dilantik, tugas berat tentu telah menanti Badaruddin. Selain penguatan internal lembaga sebagaimana yang dia sampaikan, hal lain yang tak kalah penting adalah meneruskan kerja apik M Yusuf di PPATK.
Prestasi berupa pengungkapan transaksi keuangan berindikasi pidana dengan nilai triliunan rupiah tentu harus disamai atau bahkan dilampaui. Apalagi, transaksi tersebut tidak hanya hasil pidana korupsi, melainkan juga narkoba dan terorisme, musuh kita bersama.
Relasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu semakin diperkuat. Apalagi dengan semakin maraknya pejabat-pejabat yang tersangkut kasus korupsi. Akan tetapi untuk poin ini, rasa-rasanya tidak akan sulit mengingat Baruddin pernah bertugas di sana.
Pada akhirnya, semoga PPATK tetap menjadi lembaga yang tetap disegani di bawah kepemimpinan Badaruddin. Cibiran sejumlah kalangan yang menilai usia Badaruddin sudah terlampau uzur lantaran hampir memasuki masa pensiun sebagai PNS, yaitu 60 tahun, dapat ditepis.
Caranya tentu saja dengan menjadikan PPATK sebagai lembaga yang tetap garang dalam menopang pemberantasan tindak pidana korupsi. Waktu akan menjawab.
Selamat bertugas, Pak Badar!