REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Indonesia dan Australia telah sepakat mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan aturan baru kuota impor sapi. Dalam peraturan itu Indonesia menginginkan agar 20 persen sapi yang diimpor ke Indonesia dijadikan pembiak atau breeder.
Perdagangan ternak di antara kedua negara sempat terhenti bulan September lalu, dengan enam kapal menunggu di sejumlah pelabuhan, seperti Darwin Harbour, Townsville dan Broome Ports. Hal ini menyebabkan ongkos pengiriman melunjak, akibat dari aturan impor baru.
Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan Indonesia, pernah mengumumkan bahwa 20 persen sapi yang diimpor dari Australia akan dijadikan untuk tujuan pembiakan.
Sejumlah konsultan Australia di Jakarta mengatakan permintaan ini menyebabkan kekurangan sapi Australia di feedlot, atau peternakan untuk pengemukkan. Selain juga bisa mengurangi jumlah sapi yang dipotong untuk kebutuhan dalam negeri.
Dalam pertemuan yang dipimpin Menteri Perdagangan Australia, Steve Ciobo, Ketua Asosiasi Eksportir Ternak Australia, Simon Crean dan sejumlah eksportir mengatakan peternakan feedlot di Indonesia tidak cocok untuk pengembangbiakkan sapi.
"Kami mengatakan dari pengalaman kami di Australia, peternakan feedlot tidak efektif untuk peternakan pengembangbiakkan. Pengembangbiakkan lebih efektif dilakukan di padang rumput terbuka. Ini membutuhkan kemampuan, ketersediaan lahan, bantuan dari pemerintah, industri dan membutuhkan waktu... kita harus bekerja dengan Pemerintah Indonesia," kata Simon.
Ekspor 300 ternak sapi ke Kalimantan beberapa waktu lalu, sebagai bagian dari program sapi ternak Australia - Indonesia, dianggap menjadi contoh yang baik. "Program-program percontohan tesebut menunjukkan bagaimana industri sapi bisa dikembangkan ke skala komersil," jelas Simon.
Menurutnya ada hasil yang menjanjikan karena tim yang segera dibentuk dan pertemuan digelar lagi Selasa (25/10). Tapi Simon menolak menyebut jika peninjauan Indonesia soal kuota untuk pengembangbiakkan sebagai sebuah kemunduran.
"Saya tidak ingin menyebutnya demikian, tapi saya pikir ada sinyal baik bagaimana persyaratan yang diajukan mereka [Indonesia] bisa disesuaikan."
Pembahasan saat ini akan mulai membicarakan kuota, waktu acuan, dan alternatif untuk peternakan feedlot.