REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh budaya dan pemerintahan Malaysia, Tan Sri Dato Seri Utama Rais Yatim atau Rais Yatim mengajak masyarakat yang berbudaya Indonesia dan Melayu untuk bersatu membentuk kekuatan baru dalam persaingan di dunia.
"Sudah saatnya Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan bangsa Melayu lainnya mengambil peranan lebih dalam perkembangan dunia," kata Rais Yatim dalam pidato penganugerahan Doktor Honoris Causa oleh Universitas Andalas di Padang, Rabu (26/10).
Menurutnya dalam beberapa waktu terakhir terjadi ketegangan hubungan di kawasan bangsa Melayu khususnya Indonesia dan Malaysia akibat adanya kepentingan pihak yang ingin menghancurkan kedua negara. Terlebih di kedua negara tersebut juga telah dikuasai pengaruh barat dalam segala bidang.
Mulai dari teknologi, budaya, makanan, politik, hukum hingga bahasa. Akibatnya di kedua negara tersebut muncul budaya masyarakat yang global dan cenderung negatif baik untuk kesehatan dan moral anak bangsa. "Pengaruh ini sangat kuat, dan tidak mudah untuk menghapuskannya, namun upaya seleksi secara perlahan dapat dilakukan," tambah Yatim.
Dia mengungkapkan beberapa upaya untuk menyatukan masyarakat ini dengan mengembalikan kesamaan dalam hal budaya. Misalnya dalam mengupayakan bahasa Indonesia-Melayu menjadi salah satu bahasa dunia atau menjadi bahasa resmi di Asia Tenggara.
Menurutnya sebanyak 200 juta orang lebih penduduk Indonesia dan 100 juta orang penduduk negara Melayu lainnya seyogyanya sudah bisa mewujudkan hal tersebut. Dia berharap seluruh ilmuwan dan pakar bahasa serta kebudayaan mengkaji sekaligus mengupayakan bahasa Indonesia-Melayu jadi bahasa dunia.
"Selain bahasa, kesamaan kebudayaan dan makanan bisa juga menjadi alat untuk mempersatukan masyarakat Melayu tersebut," ujarnya.
Menurutnya jenis tarian, musik atau pantun bisa dikembangkan lebih lanjut dengan ciri khas budaya daerah.
Kemudian makanan seperti tempe, nasi lemak, rendang juga bisa menjadi andalan masyarakat di sekitar Melayu untuk maju ke dunia.
"Kita mempunyai kekuatan namun harus dimunculkan dengan usaha keras," ujarnya.
Terkait hukum kata dia, sejauh ini baik Indonesia dan Malaysia lebih menganut hukum barat yang karakteristiknya beda dari bangsa di belahan timur. Untuk itu menguatkan hukum Islam perlu dilakukan untuk memperlihatkan identitas bangsa Melayu sebagian besar Muslim. Selain tetap menghargai dan menghormati penganut agama lainnya, katanya.
"Marilah bersama kita wujudkan perubahan arah pembangunan dari barat ke timur menjadi timur ke barat, dengan Asia Tenggara sebagai pusatnya," ujar dia.
Rektor Universitas Andalas, Prof Tafdil Husni juga dalam pidato pembukaan pada kegiatan yang sama mengatakan bahwa ide penguatan kebudayaan oleh Rais Yatim untuk menyatukan hubungan di negara kawasan Melayu mendesak dilakukan.
Sebab kata dia, bila terus dibiarkan hubungan antara Indonesia dengan Malaysia contohnya bisa berujung kehancuran. "Diharapkan pimpinan negara yang ada di sekitar Melayu bisa mengimplementasikan ide Rais Yatim tersebut," ujarnya.
Sementara itu Dr Rais Yatim mendapat penghargaan Doktor Honoris Causa atau Doktor Kehormatan dari Universitas Andalas pada Rabu 26 Oktober 2016 di Kampus Unand Padang. Dr Rais Yatim diberi gelar Doktor Hukum Kemasyarakatan atas jasa jasanya mengharmonisasi hubungan Indonesia dan Malaysia.
Disamping itu dalam mengembangkan budaya Minangkabau di dunia Rais Yatim juga ikut memegang peranan penting. Dr Rais Yatim mendapat gelar Doktor Honoris Causa dipromotori tiga guru besar Unand yakni Prof Yuliandri, Prof Firman Hasan dan Prof Yaswirman yang ketiganya berasal dari fakultas Hukum Unand.