REPUBLIKA.CO.ID, DARWIN -- Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dan mantan Presiden Timor Leste, José Ramos Horta mengatakan Donald Trump akan memprovokasi ketidakstabilan dan gangguan dunia jika ia menjadi presiden AS.
Ramos Horta kepada ABC mengatakan dirinya masih dalam proses meminta para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian lainnya untuk menandatangani sebuah surat terbuka yang mendesak masyarakat Amerika untuk tidak memberikan suaranya terhadap Donald Trump.
"Saya dan banyak teman saya, para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, sangat prihatin dengan nada bicara calon presiden Donald Trump dalam membuat komentar yang meremehkan tentang migran, Muslim, dan pengungsi. Ini sangat mengkhawatirkan bagi kita semua dan hal itu tidak mewakili kepentingan AS," katanya saat melakukan kunjungan singkat ke Darwin.
Ramos Horta mengatakan Amerika Serikat harus menyadari negaranya bukan satu-satunya kekuatan di dunia. "AS merupakan kekuatan global yang tak terbantahkan dan kekuatan global harus dipimpin dengan kehati-hatian, dengan kebijaksanaan yang sangat besar," ujarnya.
Dia mengatakan dirinya tidak percaya Donald Trump memiliki keterampilan diplomatik untuk memimpin kekuatan dunia. "Apa pun keputusan yang diambil presiden AS dan Kongres AS terhadap sejumlah ketentuan dan isu internasional dapat meningkatkan perdamaian, namun dapat menimbulkan ketidakstabilan dan gangguan dunia," kata Horta.
Dia mengatakan kebijakan Trump yang telah diuraikan dalam pidato kampanye itu sangat berbahaya dan bisa memperburuk situasi yang bergejolak. Pidato semacam ini menggelorakan dunia yang sudah dalam keadaan tegang di mana Anda memiliki kelompok ekstrem anti-AS di banyak bagian dunia dan AS tidak mampu [membiarkannya] dan dunia juga tidak mampu [membiarkannya]," katanya.
Ramos Horta mengungkapkan kekagumannya pada sosok pesaing Donald Trump, Hillary Clinton yang pernah mengunjungi Timor Leste ketika dia menjabat sebagai menteri luar negeri AS pada 2012. "Dia wanita yang luar biasa, sensitif terhadap seluruh dunia. Dia sangat sensitif terhadap pendidikan bagi orang miskin, untuk anak-anak. Bersama dengan rekan-rekan saya hanya inilah yang berusaha kami sampaikan, untuk mengingatkan opini publik Amerika bahwa dunia yang tidak mampu kita tinggal di dalamnya, tidak mampu [membiarkan] ekstremisme yang datang dari Gedung Putih itu sendiri," kata Horta.
Australia 'tidak bisa bantah' perbatasan maritim baru
Mantan Presiden Timor Leste ini juga memprediksikan pengadilan internasional akan memutuskan mendukung negaranya mengenai perbatasan maritim antara Australia dan Timor Leste. Sengketa yang saat ini sedang diputuskan oleh Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag.
Jika prediksi Dr Ramos-Horta ini benar, keputusan tersebut akan menempatkan secara tegas cadangan minyak dan gas yang besar [yang terdapat di Laut Timor] berada di dalam wilayah Timor Leste. "Saya tidak akan bertaruh bahwa [keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase] akan melawan kami, karena kami benar-benar akrab dengan hukum internasional, "katanya.
"Dengan suasana [yang berlangsung] di PBB sangat tidak mungkin bahwa komisi bisa mengeluarkan keputusan yang melawan Timor Leste karena benar-benar memahami di mana letak hukum internasional. Saya percaya diri hanya karena kita memahami apa yang telah diatur dalam hukum internasional mengenai hak-hak kami," ujarnya.
Dia mengatakan Australia tidak bisa membantah batas laut dengan Timor Leste pada jarak yang sama antara kedua negara, sementara juga memprotes klaim daratan Cina di Laut Cina Selatan. "Kita terlibat dalam begitu banyak isu-isu internasional termasuk memiliki pandangan mengenai laut Cina Selatan, isu ini hanya akan semakin memperkuat posisi Australia di panggung internasional jika Australia mematuhi prinsip-prinsip yang sama di Timor Leste," katanya.