REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stigma negatif yang menyebut Polri sarat praktik pungutan liar (pungli) menjadi tantangan berat bagi Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Terutama saat Polri melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di institusi lain.
Apalagi saat ini Presiden Joko Widodo menggalang gerakan antipungli sehingga menambah beban berat kepolisian. "Sebab selama ini publik sangat merasakan fakta-fakta dan praktik-praktik pungli di pusat pelayanan kepolisian," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Kamis (27/10).
Dalam pengurusan SIM misalnya, biaya resminya hanya Rp 125 ribu. Namun faktanya masyarakat harus membayar Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu lewat calo. Pasalnya, kata Neta, jika masyarakat tak melalui calo jangan harap bisa lolos ujian mendapatkan SIM.
Dia menyebut Propam, Irwasum dan Irwasda sudah berkal-kali melakukan operasi tetapi pungli tetap saja terjadi. Hal ini karena praktik pungli sudah mengakar dan melibatkan banyak pihak serta menyangkut banyak kepentingan sehingga sulit untuk memberantasnya.
"Sistem yang ada sangatmendukung. Akibatnya praktik pungli sulit dibasmi," ujarnya.
Untuk itu dia menyarankan ada perubahan sistem yang tidak membuka peluang untuk pungli. Dalam pengurusan SIM, STNK, BPKB dan TNKB misalnya, masa berlakunya harus seumur hidup dan tidak perlu ada perpanjangan. SIM, STNK,BPKB dan TNKB diurus ulang jilka rusak atau hilang.
Jika hal ini diterapkan akan ada dua hal yang hilang. Pertama, praktik pungli dan percaloan hilang dalam proses perpanjangan. Kedua, praktik mafia proyek dalam perebutan pengadaan SIM, STNK, BPKB dan TNKB akan hilang.
Selama ini, selain praktik pungli, praktik mafia proyek dalam proyek pengadaan di Polri sangat kental dan tdk pernah tersentuh. Neta mengatakan dalam praktik mafia proyek pengadaan SIM, STNK, BPKB dan TNKB setiap tahun rata-rata nilainya RP 2 triliun dan ini tidak pernah disentuh.