REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Faridz mengungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus menyorot dana kampanye partai politik (parpol). Sebab, selama ini tidak ada pengawasan terhadap sektor politik.
"Ini penting karena sektor politik kita tidak ada yang mengawasi. Peran KPU dan Bawaslu itu tersita untuk menyelenggarakan administrasi pemilu. Padahal dana kampanye itu menjadi salah satu penyebab banyaknya korupsi setelah pilkada," tutur dia, Rabu (26/10).
Menurut Donal, berdasarkan kajian Kemendagri, untuk menjadi gubernur membutuhkan Rp 20 miliar sampai Rp 100 miliar hanya untuk menghabiskan dana kampanye. Jika itu tidak diawasi,kata dia, seperti dari mana sumbernya, berapa yang dibelanjakan, maka potensi terjadinya korupsi setelah terpilih menjadi kepala daerah akan besar. "Penting kemudian ada perluasaan peran PPATK untuk membantu mengawasi dana kampanye yang digunakan," ujar dia.
Selama ini, kata Donal, belum ada pihak atau lembaga negara yang menyentuh pada pengawasan dana kampanye parpol. Padahal, pemilu atau pilkada sangat rawan terjadi korupsi politik. Misalnya, suap kepada pemilih, penyalahgunaan dana-dana kampanye, termasuk soal sumber dana kampanye. Terlebih, PPATK punya instrumen untuk mengawasi sisi penggunaan uang dalam politik.