Kamis 27 Oct 2016 13:38 WIB

BI: Zakat dan Wakaf Berpotensi Tumbuhkan Keuangan Sosial Islam

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Zakat dikelola Pemerintah.
Foto: Republika/Da'an Yahya
Ilustrasi Zakat dikelola Pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, zakat, wakaf, dan lembaga keuangan mikro merupakan potensi yang menjanjikan untuk menumbuhkan sektor keuangan sosial islam. Berdasarkan hasil penelitian oleh Islamic Research and Training Institute of IDB (IRTI-IDB) menyatakan bahwa pemanfaatan zakat dan wakaf dapat menjadi titik terang bagi perkembangan keuangan sosial islam secara global.

Diperkirakan potensi pengumpulan zakat di Asia Selatan dan negara-negara Asia Tenggara pada 2011 yakni sekitar 30 miliar dolar AS. Sementara di negara sub sahara Afrika mencapai 24 miliar dolar AS pada 2013. Di sisi lain, pemanfaatan wakaf lebih menantang karena tidak ada data di sebagian besar negara.

Menurut Agus, keuangan sosial islam memungkinkan pemerintah untuk mencapai segmen masyarakat yang lebih luas, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, karena adanya keterbatasan untuk menyediakan dana murah.

"Untuk selanjutnya, hal ini menjadi tantangan nyata bagi kami untuk lebih merumuskan dan mendefinisikan konsep ekonomi islam, agar mencapai kompatibilitas dan implementasinya di kedua konsep. Sehingga, ke depan dapat diintegrasikan ke kebijakan ekonomi mainstream," ujar Agus dalam International Seminar and the 2nd JIMF Call for Papers di ajang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF), Kamis (27/10).

Agus menjelaskan, zakat dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin. Selain itu, zakat juga bisa menjadi suatu cara untuk memberdayakan masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. Kemudahan akses pembiayaan melalui zakat memungkinkan masyarakat miskin untuk dapat mengurus diri mereka sendiri dan keluarganya, dengan demikian kemiskinan bisa diturunkan.

Sama halnya dengan zakat, manajemen dari wakaf juga berkontribusi untuk kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi sosial islam. Secara tradisional, tujuan pemanfaatan tanah wakaf yakni diantaranya untuk pembangunan lembaga pendidikan, panti asuhan, jalan, masjid, dan kuburan. Akan tetapi, di era modern ini diharapkan tanah wakaf bisa didorong untuk pemanfaatan yang lebih produktif, seperti untuk pusat-pusat komersial, perkebunan, dan klinik kesehatan.

"Pemanfaatan wakaf untuk proyek-proyek komersial, maka dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi yang berkelanjutan," kata Agus.

Menurut Agus, zakat dan wakaf dapat berkontribusi kepada kemakmuran sosial ekonomi bangsa Indonesia. Sebab, zakat dan wakaf selalu disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan yaitu masyarakat yang paling terdampak oleh resesi. Zakat yang bersifat wajib akan terus mengalir secara proposional dengan harta/pendapatan.

Diungkapkan Agus, saat pendapatan berkurang, maka kewajiban zakat ikut berkurang. Sedangkan, saat pendapatan meningkat maka zakat akan ikut naik.

Dengan adanyaa pengelolaan dari pemerintah, alokasi zakat dapat dikelola dengan baik sehingga bisa bertindak sebagai stabilitator. Sementara, dengan nilai wakaf yang terus meningkat, maka wakaf dapat berperan sebagai penyangga apabila terjadi guncangan ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement