REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tampil cantik dan menarik merupakan kodrat kewanitaan. Di era modern ini, sebagian kaum hawa melakukan berbagai macam perawatan agar tampil cantik. Salah satu bentuk perawatan yang ditawarkan rumah-rumah kecantikan adalah mencukur atau mencabut bulu alis mata.
Sebagian kaum wanita yang merasa bulu alisnya tak sesuai dengan keinginan mencoba menghilangkannya. Selanjutnya, mereka akan membentuk sendiri bulu matanya dengan cara dilukis sesuai dengan tren dan keinginan. Masalah mencabut atau mencukur bulu alis yang dilakukan kaum hawa telah berkembang sejak zaman dahulu.
Bahkan, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Mas'ud RA, Rasulullah SAW memberi perhatian khusus terhapa masalah ini. Nabi SAW bersabda, ''Allah mengutuk perempuan-perempuan pentato dan mereka yang minta ditato, perempuan-perempuan yang mencukur alis dan mereka yang minta dicukur alisnya, perempuan-perempuan yang mengikir giginya agar lebih indah dan mereka yang mengubah ciptaan Allah.''
Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam buku Fiqih Wanita, mengatakan, mengubah ciptaan Allah yang dengan cara menambah atau mengurangi dilarang agama.Menurut dia, mengubah bentuk wajah dengan make up, bentuk bibir maupun alis, termasuk juga mencukur alis, mengecat kuku dan lainnya adalah haram.
Menurut al-Jamal, Islam menganggap hal itu sebagai cara berhias yang berlebihan. Lebih jauh dijelaskan, dewasa ini banyak wanita yang justru tidak mengerti tabiatnya sendiri. Mereka tidak tahu bahwa dengan keluarnya dari tabiat kewanitaan, mereka tidak lagi asli dan tidak benar-benar wanita lagi.
Padahal, papar al-Jamal, setiap wanita sebenarnya telah diciptakan Allah dengan wajah tersendiri. Oleh sebab itulah, dia meminta agar kaum Muslimah tidah meniru-niru praktik yang dinilai bertentangan dengan Sunatullah tersebut.
Mufti Agung Mesir, Syekh Ali Jum'ah Muhammad juga telah mengeluarkan fatwa terkait an-namsh atau mencabut bulu alis. Menurut dia, terdapat dua pendapat di kalangan para ahli bahasa mengenai masuknya bulu-bulu lain yang tumbuh di wajah ke dalam larangan ini.
''Perbedaan inilah yang mendasari perbedaan ulama mengenai hukum mencabut bulu selain bulu alis; antara yang menghalalkan dan yang mengharamkannya,'' papar Syekh Ali Jum'ah. Menurut dia, an-namishah adalah perempuan yang mencabut bulu alisnya atau bulu alis orang lain. Sedangkan, al-mutanammishah adalah perempuan yang menyuruh orang lain untuk mencabut bulu alisnya.
''Ancaman dalam bentuk laknat dari Allah SWT atau Rasulullah SAW atas suatu perbuatan tertentu merupakan pertanda bahwa perbuatan itu termasuk dalam dosa besar,'' papar Syekh Ali Jum'ah. Sehingga, kata dia, mencabut bulu alis bagi wanita adalah haram jika dia belum berkeluarga, kecuali untuk keperluan pengobatan, menghilangkan cacat atau guna merapikan bulu-bulu yang tidak beraturan.
Perbuatan yang melebihi batas-batas tersebut, hukumnya adalah haram. Menurut Syekh Ali Jum'ah, perempuan yang sudah berkeluarga, diperbolehkan melakukannya jika mendapat izin dari suaminya, atau terdapat indikasi yang menunjukkan izin tersebut. ''Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.''
Mereka beralasan bahwa hal itu termasuk bentuk berhias yang diperlukan sebagai benteng guna menjauhi hal-hal tidak baik dan untuk menjaga kehormatan ('iffah). Maka secara syar'i, seorang istri diperintahkan untuk melakukannya demi suaminya. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan ath-Thabari dari istri Abu Ishak.
Pada suatu hari dia berkunjung kepada Aisyah RA. Istri Abu Ishak itu adalah seorang perempuan yang suka berhias. Dia berkata kepada Aisyah, "Apakah seorang perempuan boleh mencabut bulu di sekitar keningnya demi suaminya?" Aisyah menjawab, "Bersihkanlah dirimu dari hal-hal yang mengganggumu semampumu."
Dalam risalah Ahkaam an Nisaa' karya Imam Ahmad, beliau mengatakan, Muhammad bin Ali al Wariq memberitakan, katanya, ''Mahna bercerita kepada kamu bahwa dia pernah bertanya kepada Abu Abdillah tentang mencukur wajah. Maka dia menjawab, ''Bagi wanita itu tidak ada jeleknya.''
Akan tetapi, oleh peneliti risalah itu dijelaskan, ''Mencabut pun termasuk mengubah wajah juga. Karena mencabut artinya membedol rambut dari tempat aslinya, sehingga seolah-olah tempat itu akhirnya tidak berambut, padahal aslinya berambut. Berarti mencabut pun sama halnya dengan melakukan perubahan.''
Dalam kitab Ad Diin al Khalish, Imam Ahmad kembali menegaskan, ''Kalau ada wanita yang tumbuh janggut atau kumis, maka tidaklah haram menghilangkannya, bahkan mustajab atau malah wajib.'' Berdasarkan pendapat itu wanita hendaknya membersihkan wajahnya sesuai dengan kewanitaannya.
Caranya, seperti disampaikan kembali oleh Imam Ahmad, membersihkan wajah dari rambut-rambut yang berlebihan, jangan memakai pisau cukur, tapi hilangkanlah dengan krem, bedak khusus atau yang sejenisnya.