REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pemerintah Pakistan melarang semua aktivitas politik di ibu kota Islamabad selama dua bulan ke depan. Dalam pernyataan, Kementerian Dalam Negeri menyebut larangan termasuk pertemuan politik, protes dan demonstrasi.
Putusan Kamis (27/10) ini diambil setelah oposisi mengumumkan rencana pawai. Partai pimpinan Imran Khan mengancam akan menuntut Perdana Menteri Nawaz Sharif untuk turun.
Sharif telah menghadapi tekanan karena kasus dugaan korupsi. Nama Sharif dan keluarganya muncul dalam dokumen milik firma hukum Mossack Fonseca sebagai pemilik akun bank offshore.
Sharif telah membela rekam finansialnya. Ia mengatakan akan menjelaskan detail bisnis keluarganya di parlemen dan dua pidato televisi. Mahkaman Agung Pakistan akan mendengarkan kesaksiannya dalam skandal tersebut pada 1 November.
Partai Khan adalah satu dari lima oposisi yang meminta pengadilan tinggi menyelidiki kasus Sharif. Pengadilan telah meminta PM untuk menjawab tuduhan pada 1 November.
Pengadilan Islamabad juga meminta partai Khan untuk menjelaskan rencananya melakukan demonstrasi melawan Sharif. Ini akan dilakukan pada 31 Oktober.
Otoritas Sharif telah meminta partai Khan menunda demonstrasi dan menunggu putusan pengadilan. Namun Khan menuduh polisi telah mulai mendukung kekuasaan. "Tidak ada yang bisa menghentikan demo kita," kata Khan pada Kamis setelah pernyataan pemerintah.
Menurutnya, demonstrasi ini adalah hak konstitusi, demokrasi dan hukum mereka. Ia bersumpah partainya akan tetap melakukan demo apa pun yang terjadi.
Baca juga, India Sebut Pakistan Negara Teroris.