REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktifis HAM Munir, Hendardi mengatakan, dirinya dapat mengambil hikmah dari isu hilangnya dokumen asli hasil TPF Munir. Isu ini dapat dijadikan momentum untuk mengajak masyarakat melawan lupa terkait kasus ini.
"Kita dikasih momentum mengajak publik melawan lupa agar proses hukum kasus ini dituntaskan," ujar Hendardi, dalam jumpa pers, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (27/10). Dia mengaku tidak bisa memastikan apakah dokumen tersebut hilang atau sengaja dihilangkan.Namun yang pasti, Hendardi menilai, isu ini sudah menjadi komuditas politik. Kendati demikian, bagi Hendardi yang terpenting bagaimana kasus kematian Munir bisa selesai dengan tuntas.
Hendardi juga mengritik terkait sikap dari mantan sekretaris negara, Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan tidak ada perintah presiden agar sekretariat negara mengarsipkan dokumen tersebut. Menurut Hendardi, sikap yang ditunjukkan Yusril waktu itu dinilai tidak benar. "Seharusnya pro aktif diperintah atau tidak. Ini kan bukan arisan, ini kan negara," kata Hendardi.
Seperti diketahui, dokumen asli hasil penyelidikan TPF Munir hilang. Desakan agar pemerintah segera mencari dan menemukan dokumen tersebut terus dilakukan oleh mantan anggota TPF maupun aktif HAM.
SBY disebut-sebut menjadi orang yang bertanggung jawab atas hilangnya dokumen tersebut. Hingga akhirnya SBY menggelar pernyataan pers di Cikeas, Bogor untuk menjawab segala tudingan.