REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5 persen. Hal ini menampik bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa sempat membuat ketidakpercayaan dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Inggris.
Data dari Office for National Statistics Inggris mencatat, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) naik 0,3 persen dalam tiga bulan sejak refrendrum digaungkan. Sektor jasa tumbuh meningkat dan menjadi dominan pada kuartal terakhir September 2016 ini.
"Kita sedang bergerak ke periode negosiasi dengan Uni Eropa dan kami bertekad untuk mendapatkan kesepakatan terbaik untuk rumah tangga dan bisnis. Perekonomian akan perlu menyesuaikan diri dengan hubungan baru dengan Uni Eropa, tapi kami baik ditempatkan untuk memanfaatkan peluang di depan," ujar Menteri Keuanga Inggris Philip Hammond seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (28/10).
Upaya membangun hubungan baik dengan Uni Eropa memang tetap dilakukan secara masif oleh pemerintah Inggris. Hal ini harus dilakukan karena dalam beberapa sektor Inggris harus melaju cepat agar pertumbuhan ekonomi terus stabil pada tahun berikutnya.
Khususnya dalam sektor investasi dan infrastruktur Inggris memang mengalami penurunan. Hal ini didukung dengan masih ragu- ragunya para pelaku pasar untuk berinvestasi di Inggris.
Pada bidang pertanian, konstruksi dan manufaktur mengalami pertumbuhan yang melambat sekitar 0,7 persen pada kuartal kedua tahun ini. Hal ini menjadi landasan bagi Hammond untuk membuka keran investasi dan meningkatkan produktivitas pada tahun depan.
Salah satu yang menjadi pekerjaan rumah inggris adalah dengan meningkatkan kepercayaan konsumen. Sebab, ada penurunan suku bunga rendah dan tingginya inflasi sehingga posisi poundsterling dikhawatirkan mengalami penurunan tajam pada tahun depan.