REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan rencana pemerintah memangkas subsidi listrik untuk sebagian besar pelanggan rumah tangga yang masuk dalam kelompok pelanggan 900 Volt Ampere (VA). Agus menilai hal ini tentu mengurangi pendapatan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berimbas pada biaya produksi.
Pilihannya, kata Agus cuma dua demi menutupi kurangnya pendapatan. Pertama tarif listrik pasti mengalami kenaikan. Kedua untuk pelanggan tersisa diberi subsidi agar tarif tidak naik.
"Kalau harga tak menutup biaya produksi, naik bayarnya atau disubsidi," ujar Agus kepada Republika, Jumat (28/10).
Jika opsi pertama dipilih, yakni menaikkan tarif, otomatis, menurutnya membebani masyarakat. Pun demikian apabila disubsidi, ada dampak negatifnya juga.
"Subsidi buat pos lain jadi nggak ada, kan duitnya terbatas," tutur Agus.
Data Tim Nasional Penanggulangan Percepatan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan dari 22 juta pelanggan listrik berdaya 900 VA, hanya 4,139 juta rumah tangga tergolong miskin. Menurut Pemerintah sekitar 4 jutaan rumah tangga itulah yang berhak mendapat subsidi.
"Terus kita tanya pengganti subsidinya dibuang kemana? Jangan-jangan untuk bayar BBM di Papua. Nggak papa kalau sudah ada kesepakatan dengan DPR," ujar Agus.