Jumat 28 Oct 2016 16:41 WIB

Menatap Potensi Gas Bumi untuk Indonesia Mandiri

Petugas perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan pengecekan meteran saluran pipa gas disebuah rumah makan di Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan pengecekan meteran saluran pipa gas disebuah rumah makan di Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia diberkahi dengan kekayaan alam yang melimpah. Lintas khatulistiwa menjadi salah satu bukti bahwa garis alam pun mendukung potensi energi wilayah Nusantara. Salah satu potensi energi berasal dari perut bumi pertiwi yang belum dimaksimalkan adalah gas bumi. Gas bumi memiliki perbedaan dengan Liquified Petroleum Gas (LPG), namun banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan tersebut.

Sales Area Head PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Cirebon Ade Sutisna menjelaskan bahwa gas bumi merupakan gas yang berasal dari hasil eksplorasi kilang sumur gas. Komponen utama senyawa gas ini adalah metana (CH4) yang merupakan molekul hidrokarbon paling pendek dan ringan daripada jenis gas yang lain.

Kemudian hasil dari penambangan gas bumi tersebut dimurnikan untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran. Gas hasil pemurnian tersebut kemudian disalurkan ke stasiun gas melalui pipa gas bumi hingga ke konsumen. Karena berat jenisnya lebih ringan dari udara, sehingga ketika terjadi kebocoran gas akan bergerak menuju atas serta bergerak bebas ke udara.

Lain dengan LPG (Elpiji) yang berat jenisnya lebih besar, sehingga akan terkumpul ke bawah jika terjadi kebocoran. Gas bumi lebih memiliki karakter ramah lingkungan dan tidak menimbulkan polusi, selain itu harga jualnya lebih murah, yakni sepertiga dari elpiji.

Tidak seperti dengan minyak bumi, pemanfaatan gas bumi di Indonesia belum maksimal. Menurut data, sebanyak 47 persen energi Indonesia masih didominasi oleh pengolahan minyak, dan gas sebanyak 24 persen, batu bara 24 persen energi baru terbarukan (EBT) sebanyak lima persen.

Sedangkan perencanaan bauran energi nasional 2025, akan ditargetkan minyak menjadi 25 persen, gas 22 persen, batu bara 30 persen, dan EBT 23 persen (geothermal, windpower, solarpower). Penurunan konsentrasi fokus minyak dari 47 persen menuju 25 persen menjadi peluang bagi gas untuk menunjukkan potensi terbaiknya.

Melalui potensi murahnya gas bumi ini, tanpa impor dari luar negeri, beberapa industri rumah tangga mulai memanfaatkan keunggulan gas bumi melalui distribusi PGN. Bahkan pasokan bahan bakar dari Perusahaan Gas Negara (PGN) mampu meningkatkan omzet pendapatan salah satu pengusaha rumah makan hingga sebesar 50 persen.

Hal tersebut diakui oleh Nur Wahid, yang merupakan pemilik rumah makan Nasi Jamblang Bu Nur, di Cirebon. "Setelah menggunakan gas dari PGN, pendapatan kami bisa meningkat 50 persen, karena pemakaian bahan bakar menjadi lebih hemat," kata Nur Wahid.

Jika memakai gas berjenis LPG biaya pemakaian bahan bakar per bulan bisa mencapai Rp 15 juta sampai Rp20 juta jika sedang ramai, sedangkan setelah beralih ke gas PGN, biaya pemakaian bahan bakar hanya Rp 7 juta per bulan. Biaya bisa dikontrol melalui meteran yang terpasang, layaknya memantau meteran listrik.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement