REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Metro Jaya Irjen Iriawan menegaskan, pihaknya terus mengembangkan siapa otak pelaku di belakang pabrik dan gudang obat palsu di Cakung, Jakarta Timur. Pabrik ini menggunakan mesin-mesin canggih dan cukup berkualitas.
Iriawan menduga kuat, ada orang yang mengajarkan para buruh pabrik tersebut cara menggunakannya. Ini artinya, ada konsultan khusus bagaimana cara meracik obat. Saya perintahkan Dirkrimsus untuk terus mengembangkan kemana ujung pangkalnya, siapa owner-nya, siapa penyandang dana, siapa konsultannya, apakah ada keterkaitan dengan RS yang ada di kita, apakah itu RS swasta, poliklinik, puskesmas. Atau penjual obat yang ada di Jakarta dan sekitarnya, seperti di Pramuka, Glodok, Pasar Kramat Jati atau tempat-tempat lain yang ada di Indonesia," kata Iriawan kepada wartawan, Jumat (28/10)
Bersama Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) Polda Metro Jaya mengamankan empat gudang obat palsu di Cakung, Jakarta Timur. Selain tidak memiliki izin, kata Iriawan, bahan baku yang digunakan oleh pabrik obat tersebut terindikasi palsu.
Dalam pengamanan tersebut polisi menangkap penanggung jawab pabrik, seorang laki-laki berumur 38 tahun. "Tapi mungkin ada kandungan yang sedikit presentasinya. Telah ditemukan beberapa bahan baku yang memang asli menurut keterangan dari BPOM, sehingga memang ada campuran dari yang asli pada kandungan obat tersebut. Termasuk jamu juga demikian," kata Iriawan.
Nilai aset pabrik tersebut diperkirakan mencapai Rp 12,5 miliar. Iriawan mengatakan dari keterangan pelaku, pabrik ini baru berproduksi selama 6 bulan. "Beberapa yang disita, mesin produksi banyak akan kita sita nanti, bahan baku sudah tidak terhitung tapi jutaan ini pil obatnya yang tentu akan merugikan masyarakat," katanya.
Kalau dilihat dari kemasannya, kata Iriawan, obat-obat tersebut seperti asli karena ada nomor dan batch obatnya. Sehingga dokter atau Rumah Sakit tidak bisa membedakannya dengan yang asli. Kapolda menjelaskan biasanya kode ini menandakan obat asli. Tapi kode-kode tersebut nyata dapat dicetak di mana saja.
Iriawan mengatakan hal ini menunjukan peredarannya cukup luas dan untungnya cukup besar. Dari hasil penelusuran polisi sementara pabrik ini mendapatkan omzet sekitar Rp 6 miliar per bulan. Kapolda mengatakan akan terus menelusuri kasus ini untuk mengetahui siapa penyandang dananya, siapa konsultannya dan dimana mereka beli bahan bakunya.
"Bahan baku tidak boleh diberikan kepada setiap orang, ada ketentuannya. Kita akan cek ke sana," kata Iriawan.
Para pelaku dikenakan tindak pidana kesehatan dalam pasal 197 dan pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Kapolda menjelaskan pasal 197 pidananya 15 tahun dari Undang-Undang Kesehatan.
"Pasal 108 juga sama pidananya 15 tahun dimana kita baru menangkap," katanya.