REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua organisasi Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq bin Hussein Sihab atau akrab dipanggil Habib Rizieq dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri pada Kamis (27/10) kemarin. Ia dilaporkan atas tuduhan pelecehan terhadap lambang negara, Pancasila, terkait ceramahnya yang diunggah ke dunia maya.
Menjawab aduan tersebut, Habib Rizieq dalam situsnya menyebut Sukmawati tak paham sejarah. "Ironis ... !!! Sukmawati Soekarnoputri tidak paham sejarah Pancasila..?!!!," tulisnya di laman situs Habibrizieq.com, Jumat (28/10).
Berikut penjelasan lengkap Habib Rizieq soal sejarah Pancasila;
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno dalam Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengusulkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dg susunan sbb :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Keadilan Sosial
5. Silat Ketuhanan
Ini Pancasila Soekarno. Artinya dalam susunan Pancasila Soekarno, "Sila Ketuhanan" dijadikan "Sila Buntut" yaitu sila kelima atau sila yang terakhir.
Usulan Bung Karno tersebut digodok oleh Tim Sembilan bentukan BPUPKI yang beranggotakan : Kelompok Nasionalis Islami yaitu KH Wahid Hasyim (NU), KH Abdulqohar Mudzakkir (Muhammadiyah), KH Agus Salim (SI) dan Abikoesno Tjokrosoejoso, lalu Kelompok Nasionalis Sekuler yaitu Soekarno, M. Hatta, M. Yamin dan Ahmad Soebardjo, serta seorang Nashrani yaitu AA Maramis.
Akhirnya, pada tanggal 22 Juni 1945 Putusan Tim Sembilan disepakati oleh Sidang BPUPKI bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara RI dengan susunan sbb :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Inilah Pancasila Piagam Jakarta yang merupakan Konsensus Nasional disepakati oleh para Founding Father Bangsa Indonesia, termasuk Bung Karno. Artinya, Bung Karno dengan jiwa besar menyadari bahwa Sila Ketuhanan tidak boleh dijadikan sebagai "sila buntut".