Jumat 28 Oct 2016 20:07 WIB

Maqdir: Harusnya KPK Cegah Irman Terima Suap

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Ketua DPD Irman Gusman (kiri).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Mantan Ketua DPD Irman Gusman (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail sayangkan langkah KPK yang justru merencanakan operasi tangkap tangan kepada mantan ketua DPD RI pada 16 September lalu. Padahal bila KPK sebelumnya mengendus akan adanya  upaya suap maka seharusnya bisa lakukan upaya pencegahan bukan penangkapan.

Maqdir menjelaskan Pasal 1 ayat 3 UU KPK menyebutkan upaya pencegahan pada saat penyelidikan bisa dilakukan oleh KPK. Namun dalam praktiknya dalam sudut pandang terhadap kasus Irman KPK tidak melaksanakan pasal tersebut.

"Nah ini yang tidak mereka (KPK) lakukan," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10).

Padahal lanjutnya, berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan KPK dalam hal ini penyidik yang menangani kasus Irman juga menyebutkan surat perintah penyelidikan sudah dilayangkan sejak  24 Juni 2016. Artinya ada waktu empat bulan sebelum dilakukan penangkapan pada pertengaha bulan lalu itu.

"Seharusnya mereka (KPK) cegah dan kasih tahu, pak Irman orang ini (Xaveriandy Sutanto) berpotensi akan memberikan hadiah atau nyuap, itu yang kita sayangkan tidak dilakukan oleh KPK," jelasnya.

(Baca Juga: Ditangkap KPK, Irman Gusman: Ini Perbuatan Jahat dan Fitnah ke Saya)

KPK juga tentu tahu bahwa pagi hari sebelum pengakapan Sutanto telah memerintahkan adiknya untuk mengambil uang Rp 100 juga. Artinya sangat besar kemungkinan upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan oleh KPK beberapa jam sebelum penangkapan.

"Jadi kalau fungsi pencegahan dilakukan mustinya bisa dilakukan karena Irman kan enggak tahu," ungkapnya.

Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi mengatakan yang dinamakan upaya pencegahan bukan seperti apa yang dijabarkan oleh Maqdir. Menurutnya pencegah adalah layaknya seminar-seminar dan himbauan yang dilakukan KPK kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak mendekati perkara tindak pidana korupsi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement