REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- DPRD Kota Bekasi merekomendasikan penolakan terhadap operasional kendaraan roda tiga atau bajaj di Kota Bekasi, Jawa Barat. Kehadiran bajaj dinilai tidak memberikan solusi terhadap masalah transportasi umum dan kemacetan di Kota Bekasi.
Ini dinyatakan Ketua Komisi B DPRD Kota Bekasi, Usman Thamrin, dalam pertemuan terbuka antara Komisi B DPRD Kota Bekasi dengan Dinas Perhubungan Kota Bekasi dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bekasi, Jumat (28/10) sore. DPRD Kota Bekasi berang lantaran tidak pernah diajak diskusi oleh Dishub tentang rencana masuknya bajaj di Kota Bekasi.
Komisi B mengkhawatirkan keberadaan bajaj akan menambah parahnya kemacetan di Kota Bekasi. "Kita tahu Kota Bekasi sudah ada 19 titik macet. Dengan kondisi seperti itu, jaringan jalan kurang. Ibarat botol sudah diisi penuh, sekarang botolnya tidak diperbesar, isinya tambah terus. Akhirnya tumpah. Akan menambah kesemrawutan jalan," kata Usman, kepada Republika.co.id, Jumat (28/10) sore.
Anggota DPRD yang tinggal lokasi uji coba bajaj di Kecamatan Bekasi Timur ini menuturkan, kondisi lalu lintas di Jalan Bekasi Jaya setiap harinya sudah sangat padat dari pukul 07.00 sampai 19.00 WIB. Ada beberapa fasilitas pelayanan publik dan institusi pendidikan yang selalu ramai dikunjungi bagi masyarakat. Tanpa bajaj pun, lalu lintas di wilayah itu sudah sangat macet.
Usman memandang keberadaan angkutan roda tiga ini berpotensi menambah kesemrawutan jalan. Ketua Komisi B juga mempertanyakan peraturan wali kota (perwal) yang akan disusun untuk mengatur operasional bajaj. Kendati pemerintah melarang bajaj melewati jalan protokol, nyatanya kendaraan roda tiga ini tetap melintasi jalur protokol.
Pemkot Bekasi menyatakan bahwa kendaraan roda tiga ini bisa dibeli oleh masyarakat umum. Tukang ojek diminta untuk beralih profesi menjadi pengemudi bajaj. Menanggapi hal ini, Usman menilai alih profesi dari tukang ojek kepada pengemudi bajaj bukanlah solusi. Rata-rata tukang ojek dan tukang becak tidak akan sanggup mencari uang Rp 67 juta untuk membeli bajaj. Akhirnya, mereka tetap menjadi buruh yang saban hari menyetor pada juragan.
Usman menegaskan, pihak DPRD merekomendasikan penolakan terhadap masuknya bajaj karena Dinas Perhubungan Kota Bekasi pun tidak bisa menunjukkan kajian yang menjadi dasar pertimbangan masuknya bajaj ke Kota Bekasi. Pihaknya menengarai adanya kepentingan bisnis terselubung dalam proyek pengadaan bajaj di Kota Bekasi ini.