Ahad 30 Oct 2016 13:31 WIB

Selain Dokumen TPF Munir, Bukti Rekaman Suara Turut Hilang

Rep: Mabruroh / Red: Nur Aini
Istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati, memperlihatkan kartu pos yang berisi tuntutan saat kegiatan diskusi publik di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (28/10).
Foto: Antara/Adwit B Pramono
Istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati, memperlihatkan kartu pos yang berisi tuntutan saat kegiatan diskusi publik di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) M Choirul Anam mengatakan hilangnya bukti temuan tim pencari fakta (TPF) Munir adalah bukti kecerobohan istana. Pihaknya pun menuntut supaya Presiden Joko Widodo tidak goyah untuk kembali membuka kasus kematian aktivis HAM itu.

Anam mengungkapkan bahwa bukan hanya dokumen TPF Munir yang hilang tetapi ada sebuah rekaman suara yang seolah sengaja dihilangkan. Rekaman suara tersebut merupakan bukti kunci adanya pembicaraan antara mantan pilot Garuda Pollycarpus dan mantan Deputi V Badan Intelegen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono.

"Rekaman suara itu ada 41 hubungan telepon antara Pollycarpus dan Muchdi, yang isinya siap, laksanakan, siap, selesai," ujar Anam di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Ahad (30/10)

Dengan bukti rekaman tersebut, menurutnya, membenarkan bahwa adanya keterlibatan BIN di balik tewasnya Munir Said Thalib. Sehingga dibutuhkan komitmen yang kuat dari Presiden untuk betul-betul mengungkapkan kasus pembunuhan  dengan racun arsenik itu.

Menurut Anam, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mampu untuk membuka kasus tersebut lantaran ada dugaan keterlibatan mantan kepala BIN Hendropriyono. Hal ini karena SBY merupakan mantan anak buah Hendro saat masih menjabat sebagai Kodam Jaya. "SBY kalah dengan Hendro. Pengakuan Hendro, SBY adalah mantan anak buahnya," ujar Anam.

Bukti rekaman tersebut, kata Anam, didapatkan oleh mantan ketua TPF Munir Komjen Bambang Hendarso Danuri sesaat sepulang dari Seattle. Saat itu, pihaknya mendengar bahwa berkas proses penyidikan kasus Munir siap dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI.

"Kami cek ke Kejaksaan betul tidak mau dikirim, apa saja bukti yang dilampirkan. Konsen kami soal rekaman suara. Kami ditemui Pak direktur penuntutan yang mengatakan memang betul ada rekaman itu," ujar Anam.

Hingga dalam persidangan yang digelar terbuka tidak diungkapkan sama sekali bukti rekaman tersebut. Rekaman itu pun raib dan membebaskan dugaan keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir. "Kami kaget kok rekaman itu tidak ada,  rekaman itu kan salah satu bukti kuat adanya keterlibatan BIN," ujar Anam.

Oleh karena itu, Anam mendesak agar Presiden Joko Widodo pun kembali membentuk TPF baru untuk membongkar kekuatan besar di balik pembunuhan itu. Menurut Anam, kekuasaan dan kekuatan itu lebih besar dari institusi kepolisian dan Jaksa Agung.

"Untuk mengungkapkan pembunuhan dengan karakter itu dibutuhkan tim kepresidenan yang memiliki mandat kuat dan independen, karena tanpa mandat yang kuat dan independen kasus ini akan sulit diungkap. Presiden Jokowi harus segera membentuk tim independen," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement