Ahad 30 Oct 2016 17:02 WIB

Pemindahan Patung Buddha Sudah Disepakati Antarumat di Tanjung Balai

Rep: Issha Harruma/ Red: Angga Indrawan
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.
Foto: Antara
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG BALAI -- Pemindahan patung Buddha Amitabha di vihara Tri Ratna, Tanjung Balai dilakukan setelah ada kesepakatan bersama. Patung setinggi enam meter ini dipindahkan dari lantai empat ke pelataran vihara.

"Itu semua sudah kesepakatan semua pihak beberapa waktu lalu," kata ketua yayasan Tri Ratna, Pek Tjong Lie atau yang biasa disapa Akhun kepada Republika.co.id, Ahad (30/10).

Hal senada disampaikan Kabag Humas Pemkot Tanjungbalai Nurmalini. Dia mengatakan, pemindahan patung Budha di vihara yang terletak di Jalan Asahan, kelurahan Indra Sakti, Tanjung Balai Selatan itu dilakukan setelah ada kesepakatan seluruh pihak terkait. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pasca insiden pembakaran sejumlah tempat ibadah di Tanjung Balai Jumat (29/7) lalu.

"Pemindahan patung Buddha ini atas kesepakatan bersama. Satu pekan pascapembakaran rumah ibadah diadakan pertemuan FKUB, termasuk dengan Yayasan Buddha," kata Nurmalini.

Pemindahan patung suci tersebut dimulai pada Jumat (28/10) malam. Patung dipindahkan dengan menggunakan sebuah crane

Protes terhadap letak dan posisi patung ini telah muncul dari masyarakat sejak awal peresmiannya pada 2009. Protes ini terkait dengan letaknya yang berada di tempat tinggi dan menghadap sungai Asahan. Umat Muslim yang bermukim di seberang sungai Asahan, tepatnya di desa Sei Nangka dan Jawi-jawi, secara tidak langsung mengadap patung tersebut saat menjalankan shalat. Inilah yang menjadi salah satu dasar protes masyarakat.

"Dulu patung masih di atas vihara. Kemudian, setelah ada masalah kemarin, soal patung ini dibicarakan lagi. Patungnya tetap di vihara, namun posisinya di sisi kanan pelataran, tidak lagi di tengah atas vihara," jelas Nurmalini.

Sementara itu, Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial mengatakan, situasi dan kondisi Tanjung Balai saat ini kondusif. Pemindahan patung ini, menurutnya, merupakan kesepakatan seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah yang ada di Tanjung Balai. Langkah ini diklaim sebagai upaya untuk menjaga kondusivitas. 

Pascapenurunan patung, Syahrial pun meminta, para tokoh agama di Tanjung Balai untuk terlibat aktif memberi pengertian kepada umat agama masing-masing dalam menjaga kerukunan dan kedamaian. "Terhadap para tersangka kerusuhan lalu, biarkan proses hukum berjalan. Yang terpenting saat ini menjaga kondusivitas dan menjalin kembali kerukunan antara umat beragama," kata Syahrial.

Pembangunan patung ini memang sempat memunculkan konflik antara warga pribumi yang didominasi Islam dan etnis Tionghoa pada 2011 silam. Permintaan untuk memindahkan posisi patung yang datang dari berbagai elemen masyarakat tidak kunjung dipenuhi. Hal inilah yang terus dipendam umat Muslim dan menjadi salah satu pemicu perusakan dan pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai beberapa waktu lalu, selain ucapan seorang warga Tionghoa yang menyinggung umat Islam. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement