Senin 31 Oct 2016 13:16 WIB

DPR Belum Tentukan Sanksi untuk Orang Kaya Pemakai Gas 3 Kg

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
Gas Elpiji 3 kg
Foto: Republika/Prayogi
Gas Elpiji 3 kg

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi mengatakan pihaknya belum memikirkan sanksi bagi warga yang tidak berhak memakai gas elpji 3 kilogram tetapi memilih menggunakan. Umumnya karena perbedaan harga yang besar, menurut Kurtubi, pelanggan elpiji 12 kg hijrah membeli elpji 3 kg.

Penyimpangan tersebut, kata Kurtubi, membuat distribusi elpji bersubisidi jadi tidak tepat sasaran. Padahal, kata dia, subsidi yang menggunakan dana APBN sebesar Rp 48 triliun diperuntukkan untuk golongan warga miskin. Dampak lainnya terjadi kelangkaan lantaran ada perebutan dua kelompok yakni kelompok pertama yang hijrah dari 12 kg ke 3 kg. Kedua yang benar-benar berhak menggunakan elpji gas melon.

"DPR belum berpikir tentang sanksi, kita lihat dulu hasil pilot projectnya," kata Kurtubi kepada Republika.co.id, Senin (31/10).

Provinsi DKI Jakarta akan menjadi percontohan subsidi tabung gas elpiji 3 kg secara tertutup. Pendistribusian langsung menyasar warga miskin berpenghasilan di bawah Rp 1,5 juta per bulan.  Bila terjadi pelanggaran dalam pendistribusian, akan menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan DPR, yakni soal efek jera untuk pelanggar. "Menjadi PR mungkin, untuk pelanggaran seperti ini, bentuk sanksinya seperti apa, nanti pemerintah mengajukan proposal ke DPR," tutur Kurtubi.

Sebelumnya Direktur Puat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mendorong adanya sanksi tegas bagi masyarakat yang tidak berhak memakai elpji 3 kg tetapi tetap menggunakan. Sanksi tersebut, menurut Sofyano harus di atur dalam peraturan resmi. "Undang-undangnya seperti apa, Permennya seperti apa, harus diperjelas," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement