REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi pada Oktober 2016 sebesar 0,14 persen. Sementara inflasi tahun kalender sebesar 2,11 persen dan inflasi tahun ke tahun tercatat 3,31 persen.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, inflasi kali ini lebih banyak dipengaruhi oleh harga-harga yang diatur oleh pemerintah seperti harga elpiji 3 kg, tarif listrik, dan cukai rokok. Suhariyanto menyebutkan, berdasarkan pola tahunan, inflasi bulan Oktober memang cenderung di angka yang rendah.
Menurut kelompok pengeluaran, bahan makanan mengalami deflasi 0,21 persen. Penurunan harga terjadi untuk bahan makanan seperti yang terjadi pada bawang merah, daging ayam ras, ikan segar, kacang panjang, dan produk bahan makanan lainnya. Hanya saja, ia memberikan catatan khusus bahwa meskipun secara umum bahan makanan deflasi namun cabai merah justru harga merangkak naik.
Sementara untuk bahan makanan jadi, minuman pokok, dan tembakau terjadi inflasi 0,24 persen. Sedangkan komoditas dominan untuk menyumbang inflasi pada kelompok ini adalah rokok kretek, filter, atau rokok putih. Namun komoditas yang menyumbang deflasi adalah gula pasir.
"Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar inflasi 0,56 persen dan yang menyumbang tertinggi adalah listrik pra bayar dan pasca bayar, kenaikan elpiji, kenaikan tarif kontrak rumah , dan sewa rumah. Kelompok yang menyumbang inflasi tertinggi adalah kelompok ini," ujar Suhariyanto, Selasa (1/11).
Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga, Sumatra Utara dengan nilai 1,32 persen dan inflasi terendah terjadi di Depok, Jawa Barat dengan nilai 0,01 persen. Sementara deflasi tertinggi justri terjadi di Sorong sebesar 1,1 persen. Total ada 48 kota yang mengalami inflasi dan 34 kota mengalami deflasi.