REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman pidana kepada mantan anggota DPR RI, Dewie Yasin Limpo diperberat menjadi delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Tak hanya itu, majelis hakim PT Jakarta sebagaimana tertera dalam direktori putusan PT Jakarta, menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik kepada mantan politikus Hanura itu.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik atau jabatan politis selama tiga tahun dihitung setelah selesai menjalani pidana pokok," demikian dikutip dari laman Direktori Putusan PT Jakarta yang diakses pada Selasa (1/11).
Putusan dengan nomor register 46/Pid.sus-TPK/2016/PT.DKI itu pun memperberat putusan hakim pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonis Dewie Yasin enam tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurangan penjara.
Diketahui pascaputusan tersebut kedua pihak baik penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi dan kuasa hukum terdakwa mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan pada 9 Mei 2016 lalu.
Oleh majelis hakim PT Jakarta diantaranya Hakim Ketua oleh Elang Prakoso Wibowo, dan anggota antara lain Humuntak Pane Siswandriyono, Jeldi Ramadhan, dan Rusydi diterima permohonan banding tersebut dan justru diperberat dari hukuman semula.
Sebelumnya, penuntut umum pada KPK meminta agar hakim menghukum Dewie dan Bambang yang merupakan staf ahli Dewie masing-masing selama 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan dan khusus untuk Dewie dikenakan pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 12 tahun. Namun, putusan majelis hakim PN Pusat memutus lebih ringan.
Majelis hakim menyatakan Dewie dan Bambang terbukti menerima suap sebesar 177.700 dollar Singapura terkait proyek pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua dari Kepala Dinas Kabupaten Deiyai Irenius Adi dan pengusaha Setiyadi Jusuf, melalui perantara Rinelda Bandaso.
Keduanya terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.