REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menilai, perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan diperkirakan akan mendorong pertumbuhan kredit di kisaran 10-15 persen secara industri. Sedangkan pada tahun ini, perbankan diharuskan menjaga biaya lebih efisien karena pertumbuhan yang melambat.
Berdasarkan data Bank Indonesia, Senin (31/10), posisi kredit yang disalurkan perbankan pada akhir September 2016 tercatat sebesar Rp 4.243,9 triliun atau tumbuh 6,4 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan Agustus 2016 yang tumbuh sebesar 6,8 persen (yoy).
Menurut Kartika, dalam situasi pelemahan ekonomi saat ini perbankan memang harus melakukan efektivitas biaya. Karena dengan pertumbuhan yang melambat, artinya sekarang Indonesia sudah masuk ke periode pertumbuhan tidak lagi tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya yang dapat mencapai rata-rata pertumbuhan 20 persen.
"Sekarang kalau tahun depan recover ya mungkin di kisaran 10-15 persen. Dengan pertumbuhan yang lambat ini semua efektivitas cost harus dijaga, jadi kami melihat ini harus konsolidasi dan pengaturan bank berdasarkan skala dan usaha itu jadi penting sehingga tidak terjadi overlapping yang terlalu besar," ujar Kartika di Jakarta.
Kartika menjelaskan, perbankan Indonesia itu di sisi cost management memang cukup menantang lantaran inklusi keuangan di Indonesia itu mahal. Penetrasi untuk menjangkau seluruh nusantara biayanya mahal, karena mesti ada cabang untuk sistem teknologi.
Ia menuturkan, saat ini Indonesia cost efisiensi ratio atau biaya terhadap total pendapatan berada di kisaran 45-50 persen. Sementara di regional itu di sekitar 35 persen. Namun menurutnya di Indonesia saja berada di 40 persen dinilai sudah optimal.
Hal ini dikarenakan perbankan yang tidak mungkin dapat menjangkau semua wilayah. "Seperti contoh, Mandiri punya cabang di Sorong, Merauke dan Tahuna. Tidak mungkin kita masuk cost efisiensi di level seperti Malaysia dan singapura. Karena kompleks," tutur Direktur Utama Bank Mandiri ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, isunya beberapa tahun terakhir ini kualias kredit menurun sehingga berdampak pada biaya pencadangan yang tinggi. Meski laba perbankan tahun ini sudah banyak recovery setelah anjlok di tahun lalu, namun pertumbuhannya masih minimum.
Karena salah satu cara perbankan untuk survive dan mendapatkan pendapatan yang baik selain dengan meningkatkan pendapatan yakni juga dengan cara menjaga cost. Hal ini yang menurutnya menjadi bagian penyesuaian secara jangka panjang.
Jangan sampai capital expenditure terlalu besar tapi tidak ada optimalisasi. Makanya saat ini, kata Kartika, bank di kota-kota besar kalau pertumbuhan melambat semua bersaing. Karena semua fokus di satu tempat yang sama, padahal marketnya melambat. Sehingga jika ada bank yang tidak efektif menjaga cost, maka akan ada bank yang kalah bersaing.
"Natural saja. Semua industri kalau terjadi seperti itu ya harus efisiensi," ujarnya mengacu pada kemungkinan adanya PHK karyawan di salah satu bank swasta. Sehingga menurutnya perlu pemikiran baru, yakni konsolidasi dan pengaturan ulang soal fokus usaha itu menjadi penting.