REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengunjungi Jepang pada Selasa (1/11) untuk meminta bantuan investasi. Sejak meningkatnya kekerasan terhadap Muslim minoritas, krisis di Myanmar semakin memburuk dalam enam bulan kekuasaannya.
Suu Kyi akan mengunjungi Jepang selama lima hari setelah sebelumnya ia berkunjung ke Cina, Amerika Serikat, dan India. Kunjungan ini adalah kunjungan terbarunya ke luar negeri untuk mempromosikan negaranya sebagai negara tujuan investasi. Myanmar membutuhkan investasi dari Jepang dan perlu membangun hubungan bilateral yang kuat. Hal itu akan menjadi penyeimbang hubungan dengan Cina sebagai mitra dagang terbesar Myanmar.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan Jepang ingin mencari peluang dalam memenuhi infrastruktur di Myanmar. Jepang juga ingin mencari pengembangan kebutuhan investasi di negara itu.
Selama kunjungannya, Suu Kyi akan bertemu dengan Perdana Menteri Shinzo Abe dan Menteri Luar Negeri Fumio Kishida. Dia juga akan mengunjungi Kyoto, tempat tinggalnya saat ia sedang melakukan penelitian dengan ayahnya, Aung San, pahlawan kemerdekaan Myanmar.
Hampir 50 tahun perekonomian Myanmar salah urus oleh kediktatoran militer. Jalan, bandara, pasokan listrik, dan infrastruktur lainnya hancur. Pada September lalu ketika Suu Kyi mengunjungi Amerika Serikat, Presiden Barack Obama mengumumkan ia akan menghapus sanksi ekonomi terhadap Myanmar. Suu Kyi berjanji akan memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi investor asing dan membuka peluang investasi di sektor yang belum dimanfaatkan.
Jepang tidak pernah memberikan sanksi perdagangan dan keuangan terhadap Myanmar. Sehingga, kehadiran Jepang di negara itu sudah signifikan, berpusat di sekitar Zona Ekonomi Khusus Thilawa. Thilawa merupakan kota industri di pinggiran Yangon. Thilawa akan memulai pembangunan tahap kedua pada November ini.
Pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2015, investasi langsung Jepang di Myanmar mencapai 86 juta dolar AS atau Rp 1,2 triliun. Ekspor dari Myanmar ke Jepang bernilai 513 juta dolar AS atau Rp 6,7 triliun, untuk produk pakaian dan pertanian. Sedangkan impor Myanmar dari Jepang bernilai 1,3 miliar dolar AS atau Rp 16,9 triliun, untuk produk mobil dan mesin.