REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli komunikasi politik dari Universitas Jayabaya, Lely Arriane menilai, tidak ada yang istimewa dengan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kalau pun ada, itu hanya karena banyaknya asumsi dan persepsi terkait isu yang menjadi perbincangan, baik di media mainstream, konvensional ataupun media sosial.
"Salah satunya mengenai gerakan unjuk rasa yang akan di gelar beberapa kelompok ormas Islam pada tanggal 4 November 2016 terkaitan peristiwa yang menimpa Ahok," kata Lely kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).
Menurut Lely, tidak sulit juga untuk memahami pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo, mengingat ini bukan pertemuan pertama yang dilakukan keduanya usai mereka berkompetisi di Pilpres 2014. Bukankah usai terpilih dan dilantik sebagai presiden, Jokowi lah yang pertama mengunjungi Prabowo.
Kemudian disusul pertemuan kedua lebih dari setahun lalu oleh Prabowo ke istana Bogor untuk menemui Presiden Jokowi. Artinya, pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari pertemuan mereka sebelumnya untuk membicarakan banyak hal, yang tentu saja penting bagi mereka berdua.
Apalagi, keduanya sama-sama pernah menyampaikan visi dan misi untuk membangun bangsa dan negara. "Ini artinya juga Pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo tidak akan berhenti di pertemuan ketiga ini saja. Bisa dipastikan akan ada pertemuan lain dengan Prabowo," ucap Lely.