Rabu 02 Nov 2016 12:25 WIB

NU dan Muhammadiyah Dianggap Keluar dari 'Jebakan' Politik Aliran

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
NU-Muhammadiyah (ilustrasi)
NU-Muhammadiyah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maarif Institute memberikan apresiasi terhadap dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah yang mampu keluar dari jebakan politik aliran. Pernyataan tersebut menanggapi aksi unjuk rasa pada Jumat (4/11) terkait dengan pernyataan Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama soal surah Al Maidah ayat 5.

Menurut Maarif Institute, penggunaan ayat-ayat agama baik dalam mendukung maupun menjatuhkan lawan politik menjadi kian terbuka. Hal inilah yang kemudian mendorong adanya aksi-aksi politik aliran, sebagaimana ramai dibicarakan terkait rencana aksi umat Islam pada Jumat 4 November 2016 nanti.

Situasi ini sangat rentan dan mesti direspons dengan pikiran jernih dalam perspektif yang lebih luas yaitu menjaga kebhinekaan bangsa ini. “Kedua ormas Islam ini mampu keluar dari jebakan politik aliran dan menunjukkan sikap politik kebangsaan yang lebih mengedepankan persatuan dan kebhinekaan Indonesia. NU dan Muhammadiyah mewakili wajah Islam Indonesia,“ ujar Plt Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abdullah Darraz, dalam siaran persnya, Rabu (2/11)

Karena, sambung Abdullah, persatuan dan kebhinekaan Indonesia terlalu mahal hanya untuk sebuah isu politik murahan seperti politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan. Lebih lanjut, Abdullah Darraz mengingatkan pemerintah dan kepolisian untuk tetap netral dan tidak terbawa arus SARA.

“Negara tidak boleh lemah menghadapi upaya politisasi agama. Pemerintah dan kepolisian harus netral dan tegas kepada siapapun yang hendak merongrong persatuan dan kebhinekaan Indonesia. Kepolisian adalah pelayan masyarakat yang berdiri atas nama hukum untuk melindungi kebinekaan,” tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement