Rabu 02 Nov 2016 16:20 WIB

Lelang Proyek Ahok Salahi Aturan Tata Negara

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Ilham
 Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Plt Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono.
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Plt Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono mengatakan, proyek lelang yang dilakukan sebelum Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) disetujui, secara prosedural salah. KUAPPAS harus disetujui antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

Menanggapi itu, pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menyetujui apa yang sudah disampaikan oleh Plt Sumarsono. "Lha yang dikatakan Plt itu betul, coba lihat sisa anggarannya, kan besar. Karena dia memang pembangunan tidak pakai dana APBD, tapi pakai dana BUMD, pakai dana CSR, pakai dana properti-properti yang menyalahi aturan. Ya boleh-boleh saja sejauh dia tidak korupsi, tapi itu menyalahi aturan tata negara," kata Agus, saat dihubungi oleh Republika.co.id, Selasa (2/11).

Agus mengatakan, pembangunan di daerah Indonesia menggunakan APBD. APBD tersebut harus disahkan oleh DPRD DKI Jakarta, sehingga proyek lelang baru dapat ditender ketika sudah disahkan oleh legislatif.

"Kalau sekarang sudah disahkan, nanti yang membiayai siapa? Ahok sering potong jalan karena cepat, dia enggak mau kasih korupsi ke DPRD, itu bagus, tapi caranya gak begitu. Dia menggunakan cara uangnya BUMD dipakai, CSR dipakai, dia todong sana sini developer yang bangun fasum-fasos (fasilitas umum-fasilitas sosial) digunakan untuk itu. Itu menyalahi aturan," katanya.

Selain itu, Agus menambahkan, jika Ahok beralasan proyek lelang tersebut dipercepat karena lama menunggu KUAPPAS, maka harus dicari jalan supaya prosesnya lebih cepat. "Kalau mau cepat, aturannya harus diubah," katanya.

Sebelumnya, Sumarsono mengatakan, secara umum prosedur memang harus ada kebijakan umum anggaran dan PPAS penetapan plafon anggaran sementara yang disepakati antara eksekutif dan legislatif. Sebab, sebuah titik awal sistem politik pemerintahan adalah KUAPPAS.

Jika KUAPPAS itu dokumen, kata Sumarsono, pihak eksekutif menyiapkan kemudian DPRD menyetujui. Itu merupakan dokumen politik dalam sistem pemerintahan daerah yang menjadi pijakan semua pemerintah, terutama eksekutif dalam melaksanakan program kegiatan dan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.

"Karena sudah disetujui oleh rakyat melalui DPRD, itu mekanisme yang harus dilakukan. Karena itu, kalau ada lelang dilakukan sebelum KUAPPAS, itu secara prosedural jelas salah," ujar Sumarsono.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement