REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Rabu (2/11) menyampaikan pernyataan pers di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Pernyataan yang disampaikan SBY tersebut terkait isu nasional dalam beberapa hari terakhir.
Pengamat politik Boni Hargens menilai sikap SBY belakangan ini menunjukkan post power syndrome. Pascaberkuasa, SBY merasa kehilangan kebanggaan sebagai seorang presiden. Karena itu, SBY seringkali menggelar pernyataan pers terkait isu nasional.
“Jadi dia berusaha untuk eksis saja sebetulnya, ini bukan urusan SBY sama sekali. Dalam kapasitas apa dia ngomong, wong persoalan garis keras hidup tumbuh justru berkembang zaman SBY,” ujar Boni kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).
Ia menganggap berkembangnya kelompok radikal di Indonesia karena mendapatkan perlindungan SBY semasa menjadi presiden. Karena itu, SBY juga harus bertanggungjawab terhadap isu SARA yang terus meluas.
Sering munculnya SBY dalam menanggapi isu nasional belakangan ini, menurut Boni, seolah-olah keluar sebagai pahlawan atau negarawan. Padahal, tuturnya, SBY tidak banyak berbuat apa-apa ketika menjadi presiden dua periode.
“Makanya daripada memunculkan turbulensi politik, lebih baik banyak diam saja, gak usah banyak bicara dan benahi partai dengan baik,” kata Boni.
Baca juga, SBY: Agus dan Anies tak Bangga Jika Ahok WO dari Pilkada.
Boni menyarankan, SBY lebih baik ikut membantu proses demokrasi di Jakarta. Boni menegaskan, tidak usah tertalu 'genit' dengan seolah-olah masa pemerintahannya berhasil.