REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Operasional kendaraan roda tiga di Kota Bekasi sudah dimulai pada pertengahan Oktober 2016. Meski dilarang oleh pemerintah kota, masih banyak bajaj yang beroperasi melewati jalan protokol. Hal itu diakui langsung oleh beberapa sopir bajaj.
Salah satu pengemudi bajaj, Japra (53 tahun), mengungkapkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap kehadiran kendaraan roda tiga ini. "Masyarakat memang enggak ada yang komplain. Senang," kata Japra kepada Republika.co.id, Kamis (3/11).
Setelah 10 hari digratiskan bagi masyarakat, sejak Kamis (3/11), tarif bajaj sudah berlaku normal. Tarif ditetapkan sesuai kesepakatan antara pengemudi dengan pengguna jasa. Ia mencontohkan, tarif dari Rusunawa Durenjaya, Bekasi Timur sampai dengan Pasar Baru Bekasi, Jalan Ir H Juanda sekitar Rp 10-15 ribu.
Menurut kesepakatan Organda, Dinas Perhubungan Kota Bekasi, dan Satlantas Polres Metro Bekasi, kendaraan roda tiga ini tidak boleh melewati jalan protokol karena akan menambah kemacetan. Bajaj yang sejak awal dikonsep sebagai angkutan lingkungan ini hanya boleh beroperasi di lingkungan perumahan.
Japra membenarkan adanya aturan tersebut. Namun, ia justru protes apabila sopir bajaj tidak boleh lewat jalan protokol.
"Memang kalau dilihat Dishub enggak boleh, cuma sopir bajaj ya protes kalau cuma di dalam kompleks. Enggak mungkin," kata Japra.
Ia mencontohkan, banyak orang dari Kec Bekasi Timur ingin menuju ke terminal, stasiun, atau pasar. Tidak mungkin bajaj hanya berputar di dalam kompleks supaya bisa sampai ke lokasi tujuan.
Lelaki asal Kabupaten Bekasi itu menambahkan, masyarakat juga tidak ada yang mau naik bajaj kalau diturunkan di depan kompleks dan diminta berganti angkot dengan alasan tidak boleh lewat jalan protokol.
Sejauh ini, tutur Japra, tidak ada sanksi bagi pengemudi bajaj yang melewati jalan protokol. Hanya saja, ada yang pernah mendapatkan teguran.
Senada, pengemudi bajaj lain, Adit (45 tahun) membenarkan banyak pengemudi bajaj harus melewati jalan protokol untuk mengantarkan penumpang. Tampak pantauan Republika.co.id pada Kamis (3/11) siang, ada sebuah bajaj melewati Jalan Ir H Juanda yang notabene jalan protokol.
Adit menuturkan, gesekan dengan tukang becak atau pengemudi angkot tidak dipungkiri sempat terjadi. Beberapa moda transportasi yang sudah ada takut tersaingi dengan kehadiran bajaj. "Pernah dimarahin, tukang becak pernah, sopir koasi pernah, ya namanya turun ke lapangan. Kita kan ibarat babat hutan," ujar dia.
Adit mengakui respons masyarakat sangat mendukung. Sehari, ia bisa mengantarkan sewa penumpang sekitar 10 sampai 12 kali. Kendaraan roda tiga ini tidak bisa dipesan dengan aplikasi online sehingga para sopir sekarang sedang merencanakan pangkalan.