REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI), Causa Iman Karana, mengatakan inflasi di Bali akhir tahun nanti akan berada di kisaran 3,43 persen year on year (yoy). Secara kumulatif, inflasi Bali sepanjang Januari-Oktober 2016 tercatat 2,16 persen.
"Dilihat dari perkembangan harga, Bali mencatat deflasi 0,21 persen month to month (mtm), lebih rendah dari nasional 0,14 persen mtm," kata Iman di Denpasar, Kamis (3/11).
Iman menilai Bali bisa deflasi tak lepas dari terkendalinya harga beras yang selama ini menjadi penyumbang inflasi. Kondisi tersebut merupakan hasil kerja keras para petani di Bali dalam meningkatkan suplai dan pasokan beras melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian.
KPwBI Bali optimistis bahwa perkembangan klaster padi dalam rangka program ketahanan pangan di Bali memberikan produktivitas lebih baik. Produktivitas ini akhirnya mendorong ketersediaan komoditas beras dan menciptakan kestabilan harga.
Perkembangan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan kedua tahun ini meningkat menjadi 6,53 persen yoy, dibandingkan capaian triwulan pertama 6,05 persen. Angka tersebut di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18 persen.
Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta mengatakan sektor pertanian berpeluang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Bali di samping sektor pariwisata. Faktor yang perlu diperhatikan adalah infrastruktur, sarana dan prasarana pendukung bertani yang harus disesuaikan dengan teknologi hari ini. "Teknologi akan membuat pekerjaan petani lebih efektif dan efisien," kata Sudikerta.
Pasokan beras sangat mempengaruhi inflasi di Bali. Sudikerta menjelaskan saat ini sudah ada sistem asuransi bagi lahan pertanian. Sebanyak 25 persen dari 80 ribu hektare (ha) lahan pertanian di Bali tahun ini sudah diasuransikan dengan dana dari pemerintah pusat dan daerah. "Harapannya tidak ada petani yang merugi saat gagal panen," katanya.