REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis terdakwa kasus 'kopi sianida' Jessica Kumala Wongso, dengan 20 tahun penjara. Putusan hakim tersebut justru memunculkan polemik dan mendapatkan sorotan dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AAI, Astuti Sitanggang mengatakan, proses hukum kasus 'kopi sianida' selama ini lebih banyak menonjolkan permainan opini publik. Putusan, kata dia, bukan didasarkan pada pembuktian fakta dalam proses hukum itu yang seyogianya dimaksimalkan oleh penegak hukum dalam memandang suatu kasus secara holistik.
"Permainan opini publik yang tidak didasarkan pada pembuktian fakta terus dimunculkan diluar persidangan. Selebihnya penegak hukum lebih banyak menggunakan keterangan-keterangan ahli yang dihadirkan oleh masing-masing pihak dalam menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak," kata Astuti dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (3/11).
Astuti menjelaskan, opini publik ikut bermain dikarenakan tingginya ekspose media dalam menyorot kasus itu. Bahkan, diskusi-diskusi publik yang dikembangkan di stasiun media di luar proses persidangan terus berlangsung, sehingga dapat mengganggu independesi proses persidangan itu sendiri.
"Bahkan pejabat publik, dan politisi pun ikut beropini dalam suatu proses persidangan, sehingga dapat mengakibatkan adanya proses intervensi kekuasaan eksekutif dan legislatif ke dalam kekuasaan lembaga peradilan," katanya.
Karena itu, Astuti menjelaskan, AAI yang sangat peduli kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia melihat masih perlunya peningkatan kualitas para profesi penegak hukum di Indonesia. Dia menyatakan, perlunya dilakukan perbaikan-perbaikan aturan ke depan dalam suatu proses penegakkan hukum.