Jumat 04 Nov 2016 16:25 WIB

Sebanyak 24 Akademi Komunitas Ditutup

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Agus Yulianto
Sri Sultan Hamengkubuono X
Foto: Panca/Republika
Sri Sultan Hamengkubuono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Di Indonesia ada 90 Akademi Komunitas, namun 24 di antaranya ditutup. Ketidaksiapan pemda dan peminat yang terus menurun, menjadi penyebab ditutupnya puluhan Akademi Komunitas tersebut.

Hal itu dikekukakan Drektur Pengembangan Kelembagaan Perguruan  Tinggi Ditjen Kelembagaan Iptek d Pendidikan Tinggi Ridwan di Kepatihan usai bertemu dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Jumat (4/11). "Kebanyakan ada di Jawa. Meskipun ditutup, tapi mahasiswa tidak dirugikan, karena mahasiswanya yang belum selesai akan dialihkan ke perguruan tinggu yang menjadi pembina Akademi Komunitas tersebut," ujarnya.

Berbeda halnya dengan Akademi. Komunitas di Yogya peminatnya justru naik. "Bahkan Pak Sultan 'berani' akan membangun Akademi Komunitas yang dibina, Institut Seni Indonesia (ISI)," kata dia.

Melihat progres pembangunan Akademi Komunitas di DIY, kata Ridwan, Gubenur DIY meminta adanya penambahan prodi. "Kami sepakat prodi akan ditambah setelah status kelembagaan mandiri," tuturnya.

Dikatakan Ridwan, fasilitas SDM dan gedung Akademi Komunitas progresnya baik. Bahkan, Gubernur DIY akan membangun gedung sendiri untuk Akademi Komunitas. Kalau daerah lain takut membangun gedung. "Karena itu saya akan minta Menteri PAN agar akademi akomunitas di Yogyakarta dimandirikan, (menjadi negeri, red)," tuturnya.

Saat ini sudah ada empat Akademi Komunitas yang sudah menjadi Satker mandiri  dan rencananya ada 10 Akademi Komunitas yang mandiri  termasuk Yogyakarta. Bila sudah mandiri, maka dengan sendirinya menjadi perguruan tinggi negeri seperti halnya UGM.  

"Walaupun sekarang kondisinya moratorium perguruan tinggi negeri, namun untuk Akademi Komunitas Yogyakarta usulan untuk menjadi perguruan tinggi negeri tetap jalan, karena sudah sejak tahun 2013," kata Ridwan menabahkan.

Dikatakan Ridawa, bila Akademi Komunitas menjadi Perguruan Tinggi Negeri, maka statusnya sebagai lembaga milik Pemerintah Pusat. Karena itu sebelum menjadi Satker mandiri, semua asetnya dihibahkan ke Pemerintah Pusat, tapi tidak dibawa ke Pemerintah Pusat, karena menurut UU Nomor 23 pemda tidak boleh mendirikan perguruan tinggi dan yang boleh menyelenggarakan perguruan tinggi, hanya pemerintah pusat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement