REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hidayatullah, Mahladi, menganggap aparat kepolisian tidak bisa menahan diri saat menjaga Aksi Bela Islam II pada Jumat (4/11) kemarin. Sekitar pukul 19.30, polisi menembakkan gas air mata. "Kami menyayangkan sikap aparat yang tidak bisa menahan diri untuk melakukan langkah pencegahan dengan menembakkan gas air mata ke arah ulama," kata Mahladi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id.
Ketika insiden tersebut terjadi, Mahladi mengatakan ulama tetap berusaha menenangkan sebagian massa. Berdasarkan keterangan Himpunan Mahasiswa Indonesia, biang keladi kericuhan pada aksi akbar untuk menuntut penyelesaian kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu ada di belakang barisan kadernya. Sementara itu, Perhimpunan Pelajar Indonesia menilai lontaran gas air matalah yang memicu reaksi massa.
Peserta Aksi Bela Islam II bukan saja warga Muslim Jakarta yang hatinya teriris dengan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu dalam kunjungan dinasnya sebagai gubernur DKI Jakarta pada akhir September lalu. Kala itu, ia mengatakan Al Maidah ayat 51 bukanlah panduan umat Islam dalam memilih pemimpin dan orang yang mensyiarkannya adalah pembohong. Aksi damai 4 November telah menjadi aksi nasional lantaran pesertanya berasal dari berbagai provinsi dan lintas agama.
DPP Hidayatullah pun mendesak Presiden RI untuk segera mengadili Ahok sebagaimana permintaan ulama dan warga. Terkait perkembangan situasi sejak Jumat malam, Mahladi mengimbau agar kaum Muslimin menahan diri dari sikap anarkistis. "Sikap semacam itu bisa menyebabkan perjuangan kita dalam menuntut diadilinya sang penista Alquran akan terhambat," ujar Mahladi seraya mengajak masyarakat untuk melakukan tuntutan dengan cara yang tidak melanggar hukum.